"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Selasa, 30 Agustus 2016

HOS Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa

Agustus 30, 2016 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , , No comments
Di awal bulan lalu saya berjalan-jalan di Gramedia Pejaten Village Mall, mencuci mata dengan buku-buku yang duduk centil di rak masing-masing. Toko buku itu seperti Surga Dunia. Lalu mata saya melihat salah satu buku menarik; Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa. Melalui tulisan ini, saya akan sampaikan kesimpulan dari apa yang saya baca (walau baru sekali, hehe) dengan tambahan sedikit opini. Semoga bermanfaat.


***

Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang Guru Pendiri Bangsa kelahiran Bakur, Madiun, 16 Agustus 1882.

Beliau adalah seorang guru yang sangat berwibawa, cerdas, sangar, dingin, senang berdiskusi hingga menghasilkan banyak murid yang akan mewarnai sejarah Indonesia. Murid-murid beliau antara lain Agoes Salim, Soekarno, Buya Hamka, Kartosuwiryo, Semaoen, Muso, Alimin, Tan Malaka, dan lain-lain.

Sarekat Islam adalah organisasi besar yang terorganisasi dengan baik, profesional, dan sistematis, transformasi dari Sarekat Dagang Islam setelah diambil alih oleh HOS Tjokroaminoto.

Beliau dicintai oleh kaum muslimin dimasanya karena beragama Islam dan memperjuangkan nilai-nilai Islam disetiap langkah dan keputusan yang ia ambil.

Ia adalah seorang pribadi yang mengkritik feodalisme (KBBI: sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja). Sebagai salah satu pembuktian, ia lepas gelar raden terpaut didepan namanya, dan terbuka pada siapa yang ingin bergabung dengannya, walaupun dari masyarakat “kasta rendah”. Jika diingat-ingat, sosok seperti ini bukan hanya dimiliki HOS Tjokroaminoto, Raden Ajeng Kartini juga pernah mengkritisi sikap feodal dalam surat-suratnya yang disatukan menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Keterbukan HOS Tjokroaminoto dalam menerima anggota dari kalangan manapun menjadi salah satu alasan mengapa Sarekat Islam cepat pertumbuhan jumlah kadernya.

Ia dijuluki “Ratu Adil” karena usaha-usahanya memperjuangkan hak rakyat Indonesia. Namanya dikait-kaitkan dengan Ramalan Jayabaya. Dengan kecakapannya dalam berorganisasi dan empatinya yang tinggi terhadap penderitaan rakyat kecil (yang ia dapatkan ketika menjadi buruh), ia tampil membela rakyat dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Rakyat Jawa yang memegang budaya kejawen semakin jatuh hati pada beliau karena kepeduliannya kepada kesengsaraan bangsa. Jadilah ia Sang Ratu Adil, dieluk-elukkan, dirindu, dicinta, bahkan hampir setingkat kultus. Ketika Tjokro mulai risih, ia meminta agar rakyat tidak terlalu berlebihan cintanya kepada beliau. Apa yang terjadi? Rakyat Indonesia, khususnya penganut kejawen, semakin tergila-gila.

Ia dijuluki pula Raja Tanpa Mahkota oleh Belanda karena kemampuannya mempengaruhi rakyat. Ia tidak memiliki jabatan di pemerintahan Hindia Belanda, tapi kemampuannya berorganisasi cukup kuat mempengaruhi rakyat Indonesia pada saat itu. Ia juga melakukan pengkaderan terhadap murid-muridnya, walaupun nanti masing-masing dari muridnya memiliki pandangan sendiri dalam hal politik. Sarekat Islam mudah dan cepat berkembang karena mengikuti alur permainan yang ditetapkan oleh Belanda.

HOS Tjokroaminoto memainkan tiga hal dalam berorganisasi, yakni mengorganisasi massa dengan rapat umum, menyihir rakyat dengan orasi, dan meluaskan resonansi opini maupun pengaruhnya melalui media massa. Beliau lihai, pikirannya cemerlang, memanfaatkan celah-celah peraturan yang dibuat oleh Belanda untuk memuluskan perjalanannya mengangkat martabat bangsa Indonesia dari status “budak”, seperempat manusia, hingga menjadi manusia seutuhnya. Dalam salah satu pidatonya ia berkata:


“Tidaklah wajar melihat bangsa Indonesia sebagai sapi perahan yang diberi makan hanya disebabkan oleh susunya.”


Ada satu hal yang membuat saya tersenyum, yakni cikal bakal Sarekat Islam. Siapa sangka Sarekat Islam ini ternyata lahir dari sekumpulan orang yang bertugas untuk ronda tiap malamnya, yakni Resko Roemekso, tugasnya adalah menjaga sebuah pabrik pembuatan batik agar tidak hilang di curi di jemuran.

Perlahan organisasi ini mulai membesar hingga menjadi salah satu organisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya kemerdekaan Indonesia. Banyak hal-hal yang kelihatannya kecil, tapi membawa dampak yang sangat besar di kemudian hari, seperti Rekso Roemekso yang tugasnya hanya menjaga jemuran berubah menjadi Sarekat Islam yang menjaga dan memperjuangkan harga diri bangsa.

Menurut saya, HOS Tjokroaminoto bukanlah seorang ulama, melainkan cendekiawan. Ilmu agama diperolehnya dari buku-buku Belanda dan hampir semua ilmu agama beliau didapatkan secara otodidak. Oleh karena itu, ketika beliau menghadiri sebuah pertemuan di Arab Saudi, beliau tidak dianggap sebagai ulama.  Pemahaman beliau adalah Islam Sosialis. Beliau adalah pribadi yang sengmengunjungi ulama daerah sekitar untuk berdiskusi. Ini salah satu poin kelebihan beliau; senang mengunjungi orang yang berilmu, seperti kunjungan beliau ke rumah Kiai Abdullah Anshor di Wonosobo, Jawa Tengah.

Usaha beliau untuk memperjuangankan kemerdekaan bangsa bukan berarti tanpa masalah. Politik adalah arena yang sangat kondusif untuk saling menjatuhkan demi sebuah kekuasaan. Tipu muslihat menjadi sah-sah saja. Ketika Sarekat Islam mulai berkembang pesat, perselisihan paham mulai terjadi, secara khusus dengan Semaoen. Namun perlahan tapi pasti, Tjokroaminoto mampu memimpin kembali. Masalah kembali muncul ketika hadirnya Sarekat Islam Merah yang haluannya ke komunis, tapi kembali bisa di redam oleh beliau.

Penggerak dan pemberi corak sejarah Indonesia adalah murid-murid beliau. Setelah melewati perenungan dalam tentang arah politik masing-masing, murid-murid HOS Tjokroaminoto saling berbeda pandangan, hingga Anhar Gonggong mengatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah tragedi sejarah.

Semoga Allah merahmati beliau.

Jakarta Selatan, 30 Agustus 2016



~Alza Maligana

0 komentar:

Posting Komentar