"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Sabtu, 27 Agustus 2016

Benteng Wolio; Dedikasi Sultan La Buke & Kedermawanan Wa Ode Wau

Agustus 27, 2016 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , , , , , , 10 comments
Malam kemarin saya kembali mengingat-ingat kampung halaman, salah satu kesultanan yang kokoh di tanah Sulawesi, namanya disebut dalam Kitab Negara Kertagama di Pupuh 78 dengan nama Butun.

Foto yang saya upload ini hanya sebagian kecil dari sisi Benteng Wolio yang dinobatkan sebagai Benteng Terluas di Dunia, tercatat di Guinness World Record. Ingatan kembali menyeruak, memikirkan leluhur-leluhur cerdas, konsisten, bijaksana, dermawan, berdedikasi tinggi, dan sifat-sifat luhur lainnya yang membaur bersama barisan batu-batu di dataran tinggi Baubau ini. Nilai-nilai luhur leluhur memang tak tampak di deretan batu itu, tapi auranya terasa membakar hingga sekarang. Apa pemuda-pemudi Buton masa kini banyak yang tahu?

Benteng ini adalah wujud dari mimpi untuk mempertahankan harta, diri, negeri, hukum, dan agama. Semua itu dibangun dengan kecerdasan, dedikasi, dan konsistensi Sultan Ghafurul Wadud La Buke, serta dibalut dengan kedermawanan seorang wanita bangsawan kaya raya, Wa Ode Wau.

***

Sultan La Buke adalah seorang yang cerdas, tulus, dan penuh dedikasi, serta memiliki visi yang jauh ke depan. Beliaulah yang bersikeras agar pembangunan benteng gagah di atas dataran tinggi itu tetap dilaksanakan hingga sempurna.

Setiap usaha yang didampingi niat tulus ikhlas kemudian demi rakyat akan tetap berkendala. Itu sudah hukum alam. Dalam masa pemerintahannya yang berusaha menyelesaikan pembangunan benteng, rakyat berkumpul ingin mengkudeta, meminta ia agar segera turun karena dianggap hanya menyusahkan rakyat dengan pembuatan mega proyek tersebut. Tapi ia tetap pada pendiriannya, benteng harus selesai. Untuk meyakinkan, ikrar ia ucapkan dihadapan rakyat dan pemerintahan bahwa ia akan turun tahta jika benteng telah rampung.

Pembangunan pun dilanjutkan. Harta secara royal ia dermakan, tenaga dan pikiran rela ia tumpahkan. Ia bukan lintah penghisap darah rakyat seperti sebagian pemimpin kacung masa kini. Maka ketika benteng telah selesai, barulah rakyat melihat apa yang sultan cita-citakan, barulah rakyat mengerti apa yang sultan pahami, seakan ingin mencatat dengan rapih di hati rakyat, “Ketahuilah rakyatku, ini untuk kita bersama, hingga anak cucu kita.”

Tabir penyingkap pikiran rakyat telah terbuka dan ikrar telah terucap, Sultan Ghafurul Wadud La Buke turun tahta karena pembangunan telah khatam. Ia memilih melebur bersama rakyat, tak harap puja-puji dengan beragam jenis sumpah. Biarlah Allah yang mengupah. Toh, ini usaha bersama. Mudah-mudahan benteng ini jadi saksi bagaimana ia ingin melindungi agama, hukum, negeri, jiwa dan darah, serta harta seluruh rakyatnya.

*** 

Dibalik proyek itu ada pula seorang wanita yang tangguh, Wa Ode Wau namanya.

Wa Ode Wau adalah seorang perempuan bangsawan yang sangat dermawan, pedagang yang asetnya menyebar dari Johor sampai Maluku, menjadi pesaing berat VOC di zamannya. Ketika wafat, ia meninggalkan kekayaan tidak kurang dari 180 milyar gulden atau sekitar 60 milyar dolar yang diamankan anak angkatnya, La Ode Sribidayan, Raja Sorawolio.

Hartanya yang melimpah ruah dalam wujud emas dan perak hingga berlian tanpa ragu ia berikan demi kepentingan rakyat Buton, tanpa tendensi pribadi, tanpa keinginan merebut tahta. Ia bukan benalu ditubuh rakyat, yang memberi dengan rasa pamrih, seperti sebagian pemimpin cacat moral yang menyeruput darah rakyat karena merasa paling berjasa.

Kerelaan Wa Ode Wau terbukti ketika Sara (Pemerintah) Kesultanan Buton ingin membalas budi, ia membalas dengan tutur lembut lagi dalam maknanya:

“Aku tidak mengharapkan sesuatu pemberian dari Sara (Pemerintah) Kerajaan atas pengorbanan harta bendaku terhadap pembangunan Benteng Wolio, tetapi semata-mata untuk kepentingan negeriku sendiri, serta untuk kehormatan kaumku dan anak cucuku dikemudian hari. Semoga mereka ada yang mengikuti jejakku ini.”

Inilah Benteng Wolio, yang dibangun dari kecerdasan, konsistensi, dan kedermawanan, serta jutaan nilai luhur lainnya. Nilai-nilai luhur lainnya juga akan tetap tertambat bersama tumpukan-tumpukan batu benteng ini hingga waktu yang Allah tentukan akhirnya.

Inilah benteng yang menjadi bentuk implementasi Falsafah Kesultanan Buton:

Yinda yindamo arata somanamo karo
Yinda yindamo karo somanamo lipu
Yinda yindamo lipu somanamo sara
Yinda yindamo sara somanamo agama

Korbankan harta demi keselamatan diri
Korbankan diri demi keselamatan negara
Korbankan negara demi keselamatan pemerintah
Korbankan pemerintah demi keselamatan agama


***

Semoga masyarakat kini mau belajar. Mudah-mudahan pemimpin-pemimpin masa kini mau memahami. Falsafah Buton adalah karakter kita sebagai masyarakat Buton, cukup sudah budaya luar menggerogoti. Kita sudah cukup kebablasan.

Semoga muda-mudi mau mempelajari, mencari, hingga menjaga. Inilah sejarah tanah kita. Jika bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Berharap pada masyarakat di kota besar? Jangan harap. Mendengar kata Buton saja mereka bingung, “Dimana itu?”.

Oh, rasa-rasanya agama, administrasi, budaya, sejarah, dan sastra selalu bersolek manis dengan romantisme yang menggoda dimataku. Nakal ia mencubit nalar dengan sedikit berbisik, “Kemarilah, peluk aku dalam-dalam lalu rebahkan kepalamu padaku. Apa kamu merasakannya? Pelan hangatku merambat padamu. Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan padamu. Tak akan tahu jika tak ingin mendekat.”

Hah, sayang sekali, sejarah daerahku sedikit sulit ditemui literaturnya.

Semoga Allah merahmati Sultan Ghafurul Wadud La Buke dan Wa Ode Wau rahimahumullah. Terima kasih atas teladannya. Terima kasih atas perjuangannya.


Jakarta Selatan, 27 Agustus 2016


~Alza Maligana


---------------------
Sumber:
  1. http://blog.ub.ac.id/jatmikoekotbp/files/2013/04/Kitab-Negara-Kertagama.pdf
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_Keraton_Buton
  3. Sudirma Duhari. Wa Ode Wau Pedagang Kaya Raya Dari Buton. Tersedia: www.mysultra.com/wa-ode-wau-pedagang-kaya-raya-dari-buton.
  4. Yusran Darmawan. 2015. Kisah Raja Bugis Di Pulau Buton. Tersedia: http://www.timur-angin.com/2015/11/kisah-raja-bugis-di-pulau-buton.html
  5. Yusran Darmawan. BAB II ORANG BUTON DAN IMAJINASI SEJARAH. [Online]. Tersedia: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/119247-T%2025230-Ingatan%20yang-Tinjauan%20literatur.pdf.
  6. Wira Nugraha. 2011. Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Negarakertagama. Tersedia: https://historynote.wordpress.com/2011/04/28/negarakertagama/

10 komentar:

  1. Tulisannya bagus alzah, rapi dan pemilihan kalimat juga sangat enak dibaca, ada bakat kamu jadi penulis buku. Sepertinya saya jadi penikmat tulisanmu deh haha biasanya saya paling malas baca sejarah budaya daerah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak Radinal haha ... Semoga bisa jadi penulis nanti XD

      Hapus
  2. Lanjutkan Tulisan-tulisannya Alzah

    BalasHapus
  3. Terbaik untuk bacaan dalam usaha menyelusur leluhur sendiri..merasa begitu terpanggil..terima kasih

    BalasHapus
  4. Mantap tulisanx
    Namun akan lebih mantap history biografinya itu dijelaskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sarannya. Kelemahan tulisan ini adalah sumber informasinya. Saya tidak punya banyak referensi untuk itu.

      Hapus
  5. Masya Allah. Tergugah dengan jiwa patriot Sultan La Buke. Jadi tertarik menelusuri sejaran Buton lebih jauh.

    BalasHapus