"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Senin, 02 April 2018

Strata Sosial di Tanah Buton: Sebuah Ringkasan dan Pertanyaan

April 02, 2018 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , , , , 5 comments
Sumber: indonesiawonder.com
Strata sosial dalam kehidupan bermasyarakat sejak dahulu seakan menjadi sebuah kebutuhan dengan tujuan atau motif tertentu. Sebagaimana kelompok masyarakat lainnya, Buton pun sebagai sekumpulan masyakat yang berada dalam satu naungan pemerintahan juga memiliki strata sosial.

Setelah lama kosong karena dikejar deadline proposal thesis yang mulai menggila, kali ini saya akan membahas tentang strata sosial di Kesultanan Buton atau Wolio, diringkas dari jurnal Antropologi karya Tony Rudyansjah yang berjudul “Kaomu, Papara, dan Walaka; Suatu Kajian Mengenai Struktur Sosial dan Ideologi Kekuasaan di Kesultanan Wolio”, dan disertai beberapa tambahan dari jurnal dan tulisan lain, serta komentar dan pertanyaan yang sekiranya dapat didiskusikan. Semoga uraian dibawah ini bermanfaat.

***

Strata di Kesultanan Buton terbagi atas tiga; Kaomu, Walaka, dan Papara. Sebagian menyebutkan terdapat satu strata lagi, yakni Batua. Akan tetapi, sebagian berpendapat bahwa Batua dikategorikan ke dalam Papara. Kaomu dan Walaka dikategorikan ke dalam orang Wolio, sementara Papara dan Batua tidak.

Darimana kata Wolio berasal? Beberapa menyebutkan bahwa kata “wolio” berasal dari kata “welia” yang berarti menebas hutan. Seiring perjalanan waktu, telah terjadi Islamisasi hampir diseluruh aspek kehidupan masyarakat Wolio, termasuk nama Wolio yang dikaitkan menjadi kata ‘Waliyullah” (Darmawan:2008). Adapula yang menyebutkan bahwa Wolio berasal dari kata Waliyu, sebuah kerajaan di dalam Kecamatan Lasalimu yang dianggap telah lama ada jauh sebelum kerajaan Wolio lahir.

Wolio berasal dari kata welia, yang berarti menebas hutan.

Seseorang dikategorikan ke dalam Kaomu, Walaka, Papara, atau Batua didasarkan pada kamia, yakni asal usulnya. Kamia berasal dari akar kata “ka” dan “mia”. Ka berarti kekuatan, dan mia berarti manusia. Kaum Kaomu dinisbatkan pada keturunan pendiri Kerajaan Wolio, sementara Walaka adalah pendiri-pendiri komunitas Wolio.

Sumber: indonesia-heritage.net


~Walaka

Walaka adalah keturunan kaum Siolimbona. Siolimbona berakar dari kata “sio” yang berarti sembilan, sementara “limbona” berarti kampung atau pemukiman, mengacu pada sembilan kampung yang terdiri dari Baluwu, Peropa, Gundu-gundu, Barangkatopa, Gama, Siompu, Wandailolo, Rakia, dan Melai, keseluruhannya terletak didalam Benteng Keraton Wolio.

Siolimbona mengacu pada sembilan kampung, yaitu Baluwu, Peropa, Gundu-gundu, Barangkatopa, Gama, Siompu, Wandailolo, Rakia, dan Melai

Kesembilan perkampungan atau pemukiman tersebut adalah perluasan dari empat kampung awal yang disebut Patalimbona, yakni Baluwu, Peropa, Gundu-gundu, dan Barangkatopa. Keempat kampung ini berkaitan dengan empat tokoh terkenal dalam sejarah Wolio yang menjadi pendiri dari komunitas Wolio, yaitu Mia Patamiana (empat manusia), terdiri dari Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Sitamanajo.

Sipanjonga adalah seorang raja dari sebuah daerah yang bernama Liyaa di tanah Melayu. Ia melakukan pelayaran menuju “arah matahari” (berdasarkan “wahyu” dari langit) hingga akhirnya beliau berhenti di Tanah Buton. Sipanjonga sebagai salah satu nenek moyang masyarakat Buton adalah seorang penakluk laut, maka tidak salah jika sifat ini diwariskan ke keturunan-keturunannya, hingga Pelras dalam “The Bugis”, sebagaimana yang dikutip oleh Darmawan (2008), menyebutkan bahwa Penakluk Lautan terdiri dari Bangsa Bajo, Makassar, Mandar, Buton, dan Using (Madura).

Sipanjonga pertama kali menginjakkan kakinya di Kalampa, kemudian berpindah ke tepi sungai Baubau. Ia bermukim dan membangun daerah tepi sungai Baubau menjadi negeri yang besar dan berpengaruh di jazirah nusantara.

Perluasan ini memiliki dua tahap. Tahap Pertama, perjanjian antara Sipanjonga dan negeri Tobe-tobe yang dipimpin Dungku Cangia, seorang panglima dari kekaisaran China, Khulagu Khan. Sipanjonga mengajak Simalui untuk bergabung, menjadi lebih mudah dengan usaha Sipanjonga menikahi saudara perempuan Simalui yang bernama Sabanang. Hasil dari pernikahan tersebut adalah Betoambari.

Tahap pertama, perjanjian Sipanjoga dan Dungku Cangia

Tahap kedua adalah perluasan wilayah yang dilakukan Betoambari dengan menaklukkan Lawele. Selain melalui penaklukkan wilayah, Betoambari memperluas wilayah kekuasaannya juga melalui pernikahan, yakni menikahi putri raja dari negeri Kamaru.

Tahap kedua, penaklukkan Lawele dan pernikahan dengan putri raja negeri Kamaru

~Kaomu

Kaomu sering menonjolkan dirinya sebagai keturunan raja-raja monarki Wolio, dimana Ratu Wa Kaa Kaa adalah nama yang sering disebut sebagai leluhur mereka yang menjadi inti pembeda antara Kaomu dengan yang lain. Wa Kaa Kaa menjadi istimewa karena ia menjadi penengah dan penghubung komunitas-komunitas awal Wolio.

Komunitas Wolio yang pada awalnya terbagi dalam dua bagian; Sipanjonga dan Sijawangkati membentuk satu bagian, dan Simalui bersama Sitamanajo membentuk bagian yang lain. Di masa selanjutnya, paruh pertama dipimpin oleh Betoambari, dan paruh lainnya dipimpin oleh Sangriana. Sibatara dan Wa Kaa Kaa kemudian dinikahkan oleh Betoambari dan Sangriana sebagai suatu pasangan kerajaan yang memimpin Wolio. Oleh karena itu, Wa Kaa Kaa adalah figur ratu yang menjadi penengah dan asbab pemersatu antara kedua paruh kerajaan.

Seseorang dapat diakui sebagai seorang Kaomu ketika ia dapat membuktikan dirinya dengan dua cara. Pertama, apakah ia memiliki hubungan darah atau dapat menulusuri silsilahnya sampai ke Ratu Wa Kaa Kaa dan Sibatara. Oleh karena itu, menghafal nasab dalam ingatan dan tulisan patut dilakukan demi menjaga silsilah dan tidak terjadi aku-mengakui dalam urusan pertalian darah. Salah satu contoh dampaknya adalah dalam urusan pernikahan, dimana seseorang dianjurkan untuk memilih yang sekufu dengannya.

Cara kedua, apakah ia keturunan dari para lakina (raja) Sembilan kerajaan kecil atau Siolipuna dan empat wilayah atau Barata Patapalena yang bergabung ke dalam wilayah Wolio. Dalam perjalanan sejarah, keturunan raja Siolipuna dan raja Barata Patapalena tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kategori Kaomu.

Kaomu adalah keturunan Wa Kaa Kaa atau keturunan para raja Siolipuna

Lalu, apa pembeda antara Kaomu dan Walaka? Pembeda antara kedua strata tersebut adalah Kaomu secara khusus adalah keturunan Wa Kaa Kaa, sementara Walaka adalah keturunan dari para pendiri komunitas Wolio (Sipanjonga, Sijawangkati, Simalui, Sitamanajo). Namun, dikarenakan proses perkawinan yang terjadi antara Kaomu dan Walaka, tolak ukur tersebut menjadi tidak efektif. Untuk memperkuat argumentasi, Kaomu menegaskan bahwa dalam darah mereka mengalir darah Nabi Muhammad, dari muballigh Arab, yakni Abdul Wahab dan Syarif Muhammad. Mereka berdua adalah penasehat raja di dalam Kesultanan Wolio.

Disebabkan oleh mengalirnya darah Nabi Muhammad, golongan Kaomu sering tampil sebagai ahli agama. Namun bukan berarti hak untuk mempelajari agama hanya berada ditangan mereka saja. Salah satu bukti adalah "Zawiyah", sebuah tempat untuk mempelajari Islam Tasawuf yang disediakan untuk khalayak umum yang dibangun oleh La Jampi atau Sultan Qoimuddin Tua (kakek dari Sultan Muhammad Idrus Qoimuddin) yang berdiri hingga tahun 1974 (La Niampe:2010). Semoga lembaga pendidikan “legendaris” ini berkenan dihidupkan kembali oleh pemerintah Kota Baubau dan sara Kesultanan Buton.

Tanpa mengurangi rasa hormat, saya menyoal argumentasi yang dibangun oleh Kaomu bahwa di dalam tubuh mereka mengalir darah Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa pertanyaan yang mendasar. Pertama, dimana benang merah antara dua muballigh ini dengan keturunan Wa Kaa Kaa? Apakah terjadi perkawinan dan terbukti bahwa darah Kaomu mengalir darah Nabi Muhammad melalui kedua muballigh tersebut? Dalam jurnal tidak disebutkan dengan jelas.

Kedua, siapakah Abdul Wahab dan Syarif Muhammad? Bagaimana pertalian darah mereka dengan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah Syarif Muhammad ini adalah Muhammad Al-Aydrus, saudara dari Musarafatul Izzati al Fikhri alias Wa Kaa Kaa dalam versi asal muasal Ratu Wa Kaa Kaa yang lain? Jika iya, bagaimana mendiskusikan dan mencari titik temu antara kedua versi cerita tersebut? Dalam sepengatahuan saya yang fakir pengetahuan, masih terus mencari informasi dan menggali literatur , setidaknya terdapat dua versi mengenai asal usul Wa Kaa; versi satu Wa Kaa Kaa berasal dari China, versi kedua Wa Kaa Kaa berasal dari Madinah.

Hal ini perlu diperjelas dengan bukti nyata bahwa mereka berdua adalah keturunan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam., apa marganya, dari mana asalnya, apakah terhubung ke Husain atau Hasan radhiyallahu 'anhum, sebagaimana para habaib yang teroganisir di Jakarta dan daerah lainnya jelas dalam nasabnya tersambung kepada Baginda Nabi, secara khusus melalui Isa Al-Muhajir dari Yaman (Anuz:2016).

Siapakah Abdul Wahab dan Syarif Muhammad? Benarkah mereka keturunan Baginda Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wa sallam?

Kejelasan nasab perlu dipertahankan untuk memperkuat pernyataan bahwa Abdul Wahab dan Syarif Muhammad adalah benar-benar keturunan Baginda Nabi, dimana hal ini berimplikasi pada klaim Kaomu bahwa mereka adalah keturunan Baginda Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam.

~ Papara dan Batua

Dalam konteks hubungan darah terhadap komunitas dan pendiri kerajaan Wolio, Papara dianggap tidak memiliki asal usul. Dalam bahasa lain yang disebutkan dalam Sarana Wolio, Papara disebut sebagai gharib, kata dari bahasa arab yang bermakna asing. Masyarakat papara adalah orang yang berasal dari luar keraton Wolio yang tidak diketahui kamia nya. Adapun Batua, kelompok ini sejatinya masih menjadi bagian dari Papara. Namun, masyarakat Batua adalah masyarakat Papara yang diturunkan derajatnya karena tidak mampu membayar hutang, melanggar adat, dan kesalahan-kesalahan yang dianggap fatal lainnya, serta tawanan perang.

Papara adalah gharib atau orang asing. Batua adalah Papara yang diturunkan derajatnya karena melakukan kesalahan atau tawanan perang.

Mengapa papara menjadi “asing”? Sarana Wolio sejak zaman dahulu dinilai sebagai satu dokumen rahasia yang sangat dijaga oleh penguasa; Kaomu dan Walaka. Sarana Wolio mengatur pemerintahan, termasuk bagaimana mengatur masyarakat Papara. Penulis menilai bahwa tindakan ini merupakan tindakan preventif yang dilakukan kaum penguasa untuk menjaga kestabilan kerajaan dengan menjaga kerahasiaan negara.

Sumber: paketwisatakendari.com


~Sejak kapan pembagian strata sosial ini?

­Dalam jurnalnya, penulis menyebutkan bahwa pembagian strata sosial ini belum ada pada masa awal pembentukan komunitas dan kerajaan Wolio. Setidaknya ada dua fase dalam pembagian strata sosial ini.

Fase pertama, kalangan Walaka menyebutkan bahwa pemisahan tersebut terjadi ketika seorang raja (tidak disebutkan namanya) yang berkuasa memiliki dua orang putra mahkota, yakni La Katuturi dan La Kakaramba. Keduanya memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menjadi raja sepeninggalan ayahnya. Oleh karena itu, demi menghindari potensi konflik dimasa depan, sang raja mengadakan perjanjian dengan kedua anaknya; La Kakaramba beserta seluruh keturunannya memiliki hak untuk ditunjuk menjadi raja, sedangkan La Katuturi beserta seluruh keturunannya berhak dipilih menjadi bonto dari kesembilan pemukiman, yakni Siolimbona. Oleh karena itu, Walaka adalah pihak yang berhak menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin dengan syarat-syarat tertentu yang dipilih dari kalangan Kaomu, melalui musyawarah mufakat.

Fase pertama, La Kakaramba dan keturunannya menjadi raja, La Katuturi dan keturunannnya menjadi bonto.

Fase kedua, pemisahan dilakukan oleh Dayanu Ikhsanuddin yang membagi golongan Kaomu menjadi tiga cabang. Ia bersama keluarganya masuk ke dalam cabang Tanailandu, Dayanu Ikhsanuddin sebagai sesepuhnya. Keluarga Dayanu Ikhsanuddin yang bernama La Singga (sapati) beserta seluruh keturunannya termasuk ke dalam cabang Tapi-tapi, La Singga sebagai sesepuhnya. Yang terakhir adalah Kenepulu Bula beserta semua keturunanya termasuk ke dalam cabang Kumbewaha, Kenepulu Bula sebagai sesepuhnya. Karena pembagian ini, tiga jabatan terpenting hanya dapat dijabat oleh ketiga cabang tersebut. Setelah masa pembagian ini, hanya Kaomu yang murni berasal dari dalam wilayah keraton Buton saja yang memiliki hak untuk menduduki tiga jabatan tersebut.

Fase kedua, Dayanu Ikhsanuddin membagi ke dalam tiga; Tanailandu, Kumbawaha, dan Tapi-tapi.

***

Di akhir tulisan ini, saya menarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa pembagian strata sosial adalah sebuah kebutuhan dalam pemerintahan. Dalam jurnal telah disebutkan bahwa pembagian antara orang Wolio (Kaomu dan Walaka) dan orang asing (Papara dan Batua) adalah tindakan preventif atau pencegahan untuk menjaga kestabilan pemerintahan, dimana salah bentuk penjagaan tersebut adalah dengan menjaga dokumen rahasia. Dalam pandangan saya, pembagian strata sosial ini lebih condong ke ranah politik atau administrasi publik demi kerapihan pemerintahan, dan tidak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai keagamaan juga mempengaruhinya.

Semoga Allah merahmati dan memberi petunjuk kepada kita semua. Semoga Allah merahmati dan mengampuni kaum muslimin dan mu’minin yang telah mendahului kita, terutama para sultan dan jajaran pemerintahannya yang telah berjasa menghadirkan Islam di tanah Buton.


Jakarta, 2 April 2018
Dibuat disela-sela proposal dan paper yang menggila.



~ Alza

------------

Sumber:


2. Fariq Gazim Anuz. 2016. Percikan Hikmah dari Kisah Tabi'in. Pustaka Imam Syafii.

3. La Niampe. 2010. La Ode Muhammad Idrus Qoimuddin; Sastrawan Sufi Ternama di Buton Abad XIX. Jurnal Humaniora Vol. 22, hal. 250-265

4. https://almanhaj.or.id/2976-i-k-h-l-a-s.html

5. Yusran Darmawan. Bab II; Orang Buton dan Imajinasi Sejarah. Thesis. Universitas Indonesia

5 komentar:

  1. Sapati La Singga menurunkan trah bangsawan tapi-tapi sedangkan Kenepulu Bula selanjutnya menurunkan trah Kumbewaha

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum saya hanya ingin bertanya terkait dengan tulisan yg mengenai pembagian golongan, saya ingin menanyakan dan kira nya al faqir dari golongan mana🙏 Rujulan bin lakandia bin lasimadi bin laadi bin abdul qodir bin abdul ganiru bin latowa bin kapitalu wantiro bin haji pada ( haji ali - haji sulaiman ) bin abdurrahman ( bontona rakia bungku ) bin bontona gundu-gundu mancuana bin lalaja mokosakana bin lasaompula bin lakaramba bin raja manguntu bin batara guru ( banca patola raja ke 3) bin bulawambona (raja 2) bin musafaratul izzati al fakhiri...
    Tolong di bantu semoga ada titik terang dari silsilah tersebut🙏🙏

    BalasHapus