"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Senin, 29 Agustus 2016

Surat ala Nabi Sulaiman 'Alaihissalaam

Agustus 29, 2016 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , No comments
Di suatu sore tahun lalu, aura berubah menjadi gugup ketika direktur meminta saya menjadi host di program Manajemen Syariah di salah satu stasiun televisi Islam. Tidak tanggung-tanggung, pematerinya adalah salah satu akademisi idola saya, yakni Ustadz Hendri Tanjung, Ph.D -semoga Allah menjaganya-. Beliau adalah dosen di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.



Pembahasan yang diangkat saat itu adalah tentang bagaimana manajemen yang dimainkan oleh Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam dalam mengatur sebuah kerajaan adidaya yang dipimpinnya. Pembahasan semakin menarik ketika beliau menjelaskan tentang surat yang dibawa burung Hud-hud ke kerajaan Ratu Bilqis.

Di tulisan kali ini saya sarikan saja poin-poin yang Ust. Hendri Tanjung sampaikan. Saya lebih fokus mengomentari sisi administrasinya, bukan sisi syariatnya.

***

Menurut KBBI, surat adalah kertas dan sebagainya yang bertulis (berbagai-bagai isi, maksudnya). Adapun struktur surat adalah sebagai berikut:
  1. Kepala surat;
  2. Tempat dan tanggal surat;
  3. Nomor surat;
  4. Lampiran;
  5. Hal;
  6. Alamat dalam;
  7. Salam pembuka;
  8. Isi surat;
  9. Salam penutup;
  10. Nama jelas pengirim dan tanda tangan;
  11. Tembusan.
Secara umum, demikianlah struktur surat yang digunakan pada saat ini. Setiap organisasi memiliki aturan persuratan tersendiri, namun tetap mengikuti kaidah-kaidah umum.

Lalu bagaimana struktur surat ala Nabi Sulaiman?

Ustadz Hendri Tanjung menyebutkan firman Allah yang menceritakan tentang Nabi Sulaiman dalam surah An-Naml ayat 29-31:

“Berkata ia (Balqis): "Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.”

“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

“‘Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”

Jika dilihat secara tekstual, struktur surat Nabi Sulaiman terdiri dari; pengirim, salam pembuka, dan isi.

Saya tidak mengetahui bagaimana susunannya secara persis. Seingat saya, Ust. Hendri Tanjung tidak memberikan penjelasan rinci seperti apa susunannya karena memang di sesi itu surat atau persuratan bukanlah inti pembahasan. Hal ini tetap saya angkat pada tulisan kali ini karena sedari dulu selalu menggelitik pikiran.

Hipotesis apa yang bisa diambil?

Hal ini menunjukkan bahwa surat sebagai alat komunikasi tertulis telah lama ada dan tua usianya, kemudian mengalami modifikasi sedemikian rupa mengikuti perkembangan peradaban manusia.

Surat yang dibuat oleh Nabi Sulaiman sangat singkat padat dan jelas, memenuhi syarat dasar sebuah surat, yakni efektivitas dan efesiensi. Peter F. Drucker mengatakan bahwa efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).

Mengapa efektivitas dan efesiensi penggunaan kalimat dalam persuratan sangat diperlukan?
Alasannya adalah agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi tertulis, dan ukuran kertas yang tidak dapat memuat seluruh pesan yang ingin disampaikan oleh si pengirim. Oleh karena itu, isi pesan sedapat mungkin disampaikan secara to the point atau ringkas tanpa mengubah inti penyampaian.

Lalu, kenapa persuratan masa kini semakin banyak bagiannya?
Hal tersebut mungkin saja terjadi karena berubah seiring perkembangan peradaban manusia. Inilah ciri ilmu sosial yang terus mengikuti pola perkembangan manusia yang sangat beragam motif, tindakan, budaya, dan variabel-variabel lain yang melekat padanya. Persuratan adalah bagian dari ilmu administrasi, dan ilmu administrasi lahir adalah ilmu sosial dan politik, dan prosesnya dapat dilihat dalam manajemen.

Apa hal ini menjadi polemik dalam kehidupan kita sebagai seorang muslim?
Hal ini tak perlu dipermasalahkan karena ini adalah perkara muamalah, sebagaimana yang dipahami bahwa perkara muamalah hukumnya mubah atau boleh, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.


Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan:

“Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri berkata, “Hukum asal adat adalah boleh, tidak kita katakan wajib, tidak pula haram. Hukum boleh bisa dipalingkan ke hukum lainnya jika (1) ada dalil yang memerintah, (2) ada dalil yang melarang.” (Syarh Al Manzhumah As Sa’diyyah, hal. 88).”

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

“Adat adalah kebiasaan manusia dalam urusan dunia mereka yang mereka butuhkan. Hukum asal kebiasaan ini adalah tidak ada larangan kecuali jika Allah melarangnya.” (Majmu’atul Fatawa, 29: 16-17).


Wallahu a’lam.

Jakarta, 29 Agustus 2016



~Alza Maligana


-----------------

Referensi:
  1. www.quran.com
  2. Ahmad Fathoni. 2014. Bagian-bagian Surat; Penjelasan dan Contoh. Tersedia: http://www.zonasiswa.com/2014/01/bagian-bagian-surat-penjelasan-contoh.html.
  3. Eko Trisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah. 2012. Pengantar Manajemen. Jakarta: Prenada Media Kencana.
  4. Faried Ali. 2011. Teori dan Konsep Administrasi. Jakarta: Rajawali Press.
  5. http://kbbi.web.id
  6. https://rumaysho.com/8197-kaedah-fikih-16-hukum-adat-kebiasaan-manusia-asalnya-boleh.html
  7. Salam Fadillah Alzah. 2014. Pengelolaan Surat Dinas di Bidang Administrasi dan Keuangan Kantor Perum Bulog Divisi Regional Sulawesi Selatan dan Barat. Skripsi pada Jurusan Administrasi Niaga PNUP. Makassar: Tidak diterbitkan.

0 komentar:

Posting Komentar