"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Jumat, 02 September 2016

Belajar Itu Butuh Waktu

September 02, 2016 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , No comments
Di suatu liqo’ tarbiyah, seorang teman bercerita tentang seleksi liqo’ tahsin (program memperbaiki bacaan al-Qur’an) dan tahfizh (menghafal al-Qur’an). Ia kurang menerima ketika ia tidak diizinkan mengikuti kelas tahfizh dan harus fokus pada tahsin dahulu.

Kejadian seperti ini pernah saya temui beberapa tahun lalu, seorang junior kurang menerima ketika tidak diizinkan mengikuti kelas tahfizh (menghafal). Penyebabnya adalah nilai yang belum memenuhi standar.

Dari pengalaman, saya pribadi lebih menganjurkan untuk fokus mempelajari tajwid terlebih dahulu, lalu mengikuti kelas tahfizh. Jika ada yang punya opini tersendiri, tak mengapa, celoteh kali ini adalah mengenai metode saja, bukan hal yang mendasar.



Mengapa lebih baik memperbaiki tajwid dahulu kemudian kelas tahfizh?

Kenikmatan membaca al-Qur’an benar-benar terasa ketika kita mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, walaupun belum sempurna seutuhnya.


Jika langsung melompat ke kelas tahfizh, sementara pada beberapa hukum tajwid, seperti penyebutan huruf-huruf yang mirip (seperti zain dan dzal, qof dan kaf, ha tebal dan ha tipis, dan lain-lain) belum sanggup dibedakan, maka akan menyulitkan si penghafal dikemudian hari. Bagaimana lagi jika tidak mengerti Bahasa Arab? Malah menjadi masalah baru karena bisa merusak makna bacaan.

Ketika Murobbi atau Mudarris (pengajar) mengatakan lebih baik fokus dahulu mempelajari tajwid, hal tersebut disampaikan karena ia lebih mengetahui kapasitas kita. Itulah fungsi seorang guru. Sayangnya, sebagian murid justru merasa lebih tahu kapasitas dirinya sendiri dibanding sang guru yang mengikuti perkembangannya.

Saran saya, dengarkanlah kata guru. Jika memang belum direkomendasikan untuk mengikuti kelas menghafal, maka lebih baik ikuti. Seorang guru lebih paham kemampuan kita dibanding diri kita sendiri. Sebagian murid yang bersikeras ingin tetap naik ke kelas menghafal walaupun belum dianjurkan dapat merugikan dirinya sendiri. Imam Syafii mengabarkan kepada kita dalam sebuah nasehatnya:


"Saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan rinciannya: (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) bersungguh-sungguh, (4) dirham (kesediaan keluarkan uang), (5) bersahabat dengan ustadz, (6) memerlukan waktu yang lama.”

Banyak pelajar yang mengabaikan poin ke enam nasehat dari Imam Syafii tersebut, yakni terburu-buru, mau cepat, praktis, tidak susah, kemudian mengharapkan hasil yang maksimal. Intinya tidak sabar.

Jika ingin mendapatkan yang terbaik, maka sabar dalam menuntut ilmu. Ilmu tajwid tidak bisa dipelajari secara otodidak dan terburu-buru. Kita butuh guru yang mengajari kita secara bertahap dan kontinu. Bersabar menjadi kunci utama, setelah berdoa kepada Allah dan berusaha maksimal. Semoga Allah memberikan dan menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita.
Wallahu a'lam.


Jakarta, 2 September 2016



~Alza Maligana

0 komentar:

Posting Komentar