"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Selasa, 10 Oktober 2017

Membahasakan Mimpi

Oktober 10, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , 6 comments
Di suatu kesempatan istrahat siang bersama teman-teman kantor, aku termenung memikirkan masa depan yang entah akan seperti apa wujudnya. Pikiran entah kemana di tambah hiruk pikuknya Jakarta “Sang Megapolitan” dengan kebaikan dan kejahatan di kedua matanya.

Aku pun bertanya ke teman-teman untuk bertukar pikiran, “Kira-kira, sepuluh tahun ke depan kita jadi apa?” Teman menjawab santai, “Jadi mutant! Roar! ” Seketika kami tertawa lepas, “Mimpi macam apa itu? Kamu kebanyakan nonton The Avengers,” aku menimpali. “Bisa saja kan? Manusia karet mungkin?” tertawa kami berlanjut karena lelucon aneh itu.

*** 

“Bagaimana kamu membahasakan mimpi?” Pertanyaan ini sesekali aku gulirkan, sekadar diskusi dan saling bertukar gagasan. Sebagian mengatakan, “Aku ingin sukses”, “Aku ingin membahagiakan orang tua”, “Aku ingin berguna bagi agama, bangsa, dan negara.” Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cita-cita seperti itu. Namun, apakah kita tidak merasa mimpi seperti itu terlalu umum?

Bagaimana kamu membahasakan mimpi?

Untuk perbandingan, marilah kita menolehkan pandangan kepada para Salaf ash-Shaleh dalam mencita-citakan sesuatu. Pertama, lihatlah Umar bin Abdul Aziz – semoga Allah merahmati beliau –.

Telah masyhur dan mafhum dalam ribuan literatur bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah satu khalifah yang hebat dalam kepemimpinannya. Kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah dan lapisan masyarakat menjadi ciri khasnya. Apa saja cita-cita beliau? Di masa muda, beliau bercita-cita menikahi Fathimah binti Abdul Malik, wanita jelita, putri Abdul Malik bin Marwan. Terwujud. Beliau kembali bercita-cita dengan sesuatu yang lebih bergengsi; memimpin Madinah. Kembali terwujud.

Hari berganti hari, beliau bercita-cita ingin menjadi khalifah. Beliau kembali mewujudkannya. Selepas mendapatkan itu semua, mimpi beliau kemudian bertransformasi menjadi lebih agung, “Aku ingin masuk surga.”[1] Satu mimpi yang mustahil tercapai, kecuali dengan niat yang bulat dan usaha yang kuat. Apa beliau mewujudkan mimpi terakhirnya? Wallahu a’lam. Semoga Allah mengampuni Umar bin Abdul Aziz dan memasukkan beliau ke dalam surga-Nya.

Selain Umar bin Abdul Aziz, kita juga dapat meneguk hikmah dalam kisah Urwah bin Zubair, Abdullah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan dalam bercita-cita. Semoga Allah merahmati mereka semua.

Suatu waktu di Baitul Haram, mereka berkumpul di sekitar rukun Yamani, membuka percakapan yang sederhana lalu menjadi serius. Abdullah bin Zubair bertutur tegas, “Cita-citaku menguasai seluruh daratan Hijaz dan menjadi khalifahnya.”

Tak mau kalah, Mush’ab bin Zubair berkata, “Keinginanku adalah menguasai dua wiilayah Irak dan tak ada yang mengganggu kekuasaanku.”

Selanjutnya, Abdul Malik bin Marwan berkata, “Bila kalian berdua sudah merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas hingga dapat menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Muawiyah bin Abu Sufyan.”

Bagaimana dengan Urwah bin Zubair? Beliau menjawab dengan kalam yang menyentuh;

“Semoga Allah memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi alim sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabb-nya, sunnah Nabi-Nya dan hukum-hukum agama-Nya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan ridha Allah.”[2] 

Matahari dan bulan berlarian membuka dan menutup hari, waktu menjawab apa yang mereka cita-citakan; Mush’ab bin Zubair menguasai dua wilayah Irak, Abdullah bin Zubair menguasai daratan Hijaz, Abdul Malik bin Marwan menjadi Khalifah, dan Urwah bin Zubair menjadi seorang yang ‘alim pada masanya.

*** 

Itulah segelintir contoh konkret dari para Salaf ash-Shaleh, mereka menjadikan cita-cita dalam bentuk yang spesifik. Mengapa? Agar semuanya terukur, agar apa yang dipersiapkan menjadi jelas, mantap kaki dilangkahkan pada suatu tujuan. Semuanya akan menjadi bias jika tujuan terlalu umum.

Ikhwan KAMUPI PNUP
Dokumentasi Pribadi : Akh Nursil Ardiansyah

Jika perlu, cita-cita jangan sekedar tumpukan kata yang terlontar dari lidah. Tuliskan cita-cita di atas kertas atau papan yang besar, misal, “Aku ingin jadi mahasiswa Universitas Indonesia di Fakultas Ekonomi Bisnis tahun ini !", atau "Lolos di Universitas Ummul Quro", atau "Menjadi hafiz yang mutqin 30 juz !". Coretlah satu per satu jika sudah tercapai.

Niatkanlah cita-cita karena Allah, sembari berprasangka baik kepada-Nya. Urusan dunia yang baik akan menjadi pahala jika kita meniatkannya untuk Allah, sebagaimana dalam hadits yang masyhur dari Umar ibn Khattab, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”.[3] Maka, jangan takut untuk bermimpi, jangan takut untuk melangkah. Jika bermimpi saja sudah begitu menakutkan, bagaimana mungkin hati digerakkan untuk mencapai mimpi? Suram.

Sepuluh tahun ke depan, kita akan jadi seperti apa?

Dokumentasi Pribadi
Jika nanti berkumpul santai bersama sahabat, cobalah sesekali berceletuk ringan, “Sepuluh tahun ke depan kita akan seperti apa?”. Jawablah dengan lugas lalu saling mendoakan, sebagaimana Urwah bin Zubair mendoakan saudara-saudaranya. Kita tidak tahu doa yang mana dan dari siapa yang Allah jawab. Jika memang baik, Allah akan berikan. Jika itu buruk, semoga Allah beri yang lebih baik sebagai penggantinya.


Semoga Allah merahmati dan mengampuni kita semua.


Jakarta Selatan, 09 Oktober 2017





~Alza
______________________

Referensi:

1. Ali Muhammad Ash-Shallabi, t.t, Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung, Umar bin Abdul Aziz, Darul Haq, Bekasi.

2. -----------, 2012, Urwah bin Zubair. Diperoleh 8 Oktober 2017, dari http://kisahmuslim.com/2792-urwah-bin-zubair.html

3. Adapun teks haditsnya sebagai berikut:

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-’Adawi radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. (HR. Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Abu Dawud)

Lihat Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi, t.t., Riyadush Shalihin, Darul Haq, Bekasi.

Selasa, 25 Juli 2017

Ketidaktahuan dan Sebuah Profesionalisme

Juli 25, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , No comments
Apakah anda pernah ditanya tentang sesuatu, tetapi anda tidak mengetahui jawabannya? Karena khawatir dengan reputasi diri, anda menjawab sekenanya, sementara anda tidak punya cukup bukti untuk menguatkan statement anda.

Di suatu sesi kuliah, salah satu teman saya bertanya tentang masalah di dunia marketing industri otomotif, lalu meminta tanggapan konstruktif dari beliau. Dosen khidmat mendengarkan lalu terdiam, tertunduk beberapa detik kemudian berkata;

“Saya tidak berani menjawab, saya tidak punya data tentang itu. Saya tidak tahu.”

Saya tersentak dengan jawaban, “Saya tidak tahu”. Sepintas bagi yang tidak mengerti akan memberi komentar, “Dosen payah, segitu saja gak bisa jawab.” Keberanian beliau yang berkata, “saya tidak tahu”, adalah sebuah profesionalitas yang begitu tinggi. Butuh kebesaran jiwa untuk mengakui ketidaktahuan. Padahal, jika seandainya beliau mengeluarkan teori-teori lalu dicocok-cocokkan dengan fakta umum untuk menghukumi masalah khusus, kita bisa saja percaya.

Ada tanggung jawab yang beliau pikul sebagai pendidik. Sekalipun beliau hafal berbagai hukum, teori, hingga asumsi dari penelitian-penelitian dan segudang pengalamannya, beliau tetap memilih tidak menjawab kasus tersebut karena beliau tidak punya data dan informasi.

Dosen yang saya maksud dalam tulisan ini bukanlah dosen biasa. Beliau adalah Prof. Dr. Ferdinand Dehoutman Saragih, MA. Beliau adalah Ketua Dewan Guru Besar di Universitas Indonesia. Selain itu, beliau juga menjadi Guru Besar Luar Biasa di Universitas Brunei Darussalaam dan National University of Singapore.


Karena beliau, sekelas kami menjadi semakin berhati-hati menjawab pertanyaan dari teman-teman. Ada satu kalimat yang sering beliau sampaikan ketika membawakan materi yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan strategi bisnis, terus terngiang-ngiang di kepala kami;

“Don’t explain anything if you don’t have the data !”

Ingatlah baik-baik kawan, teori yang kita pelajari adalah alat untuk membedah. Setiap masalah memiliki alat bedah masing-masing. Jika alat bedah yang digunakan salah, maka yang ditemukan bukanlah solusi, tetapi masalah baru karena kecerobohan dalam memilah yang mana masalah dan yang mana gejala. Dan untuk mengetahui inti permasalahan, data dan informasi menjadi hal terpenting yang dimiliki sebelum membedah masalah dengan teori-teori yang dipaparkan oleh para ahli.

Bagaimana jika kita tidak tahu inti permasalahannya? Besarkanlah hati untuk mengakui ketidaktahuan. Inilah yang perlu dimiliki seorang pendidik. Ketidaktahuan selamanya bukanlah sebuah kebodohan. Ketidaktahuan dapat menjadi tanda profesionalitas yang tinggi. Tidak semua orang memahami itu.

Salam hormat saya untuk anda, Prof. Ferdinand D. Saragih. Anda bukan guru biasa! Semoga bisa bertemu kembali di semester depan.


Jangan tanya saya yang mana karena saya yang mengambil gambar. Haha.


Jakarta, 25 Juli 2017



~Alza

Jumat, 07 Juli 2017

Social and Economic Impact of Indofood

Juli 07, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , , 1 comment
Profil Indofood

Indofood adalah sebuah perusahaan yang pertama kali berdiri di tahun 1900 dan bergerak dibidang makanan ringan melalui perusahaan patungan dengan Pritolay Netherlands Holding BV, perusahaan afiliasi PepsiCo Inc. (Annual Report; 2016) Perlahan tapi pasti, Indofood berubah menjadi perusahaan raksasa dengan unit-unit bisnisnya, yaitu Consumer Brand Product, Bogasari, Agribisnis, dan Distribusi (Indofood.com ; 2016). Masing-masing bertanggung jawab dalam mata rantai produksi perusahaan.





Visi Indofood adalah Perusahaan Total Food Solutions, dengan misi memberikan solusi atas kebutuhan pangan secara berkelanjutan, senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan teknologi kami, memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan, dan meningkatkan stakeholders value secara berkesinambungan. (indofood.com; 2016). Jika dicermati, visi dan misi Indofood saling terintegrasi dan berkelanjutan. Dalam ranah Corporate Citizenship, tingkatan pertama, yakni kokoh secara ekonomi telah berhasil ditetapkan dan dibuktikan oleh Indofood. Adapun pada tingkat legal dan etis, penulis akan jelas pada bagian selanjutnya.

Kepedulian Terhadap Lingkungan

Lingkungan adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang harus dijaga oleh generasi masa kini agar dapat dimanfaatkan oleh generasi-generasi selanjutnya. Namun, adanya tukar menukar kebutuhan antara satu individu dengan individu lain atau antar satu kelompok dengan kelompok yang lain dibeberapa kondisi memaksa lahirnya dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan jika tidak dikontrol dengan baik, bertanggung jawab, dan berkesinambungan.


Eksternalitas akan selalu ada dalam tukar menukar kebutuhan

Private sector adalah sektor yang paling banyak memanfaatkan lingkungan untuk pencapaian profit. Jika tidak diatur sedemikian rupa oleh pemerintah dan tidak mendapatkan tekanan dari masyarakat, eksternalitas negatif yang dihasilkan private sector tidak dapat dikendalikan. Dunia internasional kemudian menyadari hal tersebut lalu dibuatlah berbagai standar untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Di Indonesia, Indofood adalah salah satu bisnis yang sangat besar, menguasai hulu hingga hilir bisnis, serta menjadi bisnis yang terkuat dibidangnya. Indofood memiliki grup bisnis yang terdiri dari Bogasari, Indoagri, Produk Konsumen Bermerek, dan Distribusi.

Sebagai salah satu raksasa bisnis di Indonesia, apa saja yang dilakukan Indofood dalam menjaga lingkungan? Indofood telah memiliki manajemen lingkungan yang berkelanjutan. Manajemen lingkungan tersebut diantaranya adalah praktik perkebunan yang berkelanjutan. Indofood berusaha mengurangi pemakaian paraquat secara bertahap, mencari bahan herbisida alternative dan mengambil manfaat dari produk-produk yang mengandung potassium tinggi untuk menggantikan pupuk kimia.

Indofood juga berkontribusi pada lingkungan dengan penanaman pohon yang berkesinambungan dengan bekerja sama dengan WWF (World Wildlife Fund) Indonesia menanam 4000 pohon untuk membantu menyelamatkan daerah aliran sungai yang kritis di daerah Brantas.

Tak hanya itu, Indofood, secara khusus Bogasari, menerapkan penggunaan kemasan yang ramah lingkungan dengan menerapan penggunaan polypropylene degreable 25 kg yang dapat didaur ulang.

Indofood dan grup bisnisnya telah berusaha memperhatikan lingkungan. Keseriusan Indofood dalam memperhatikan lingkungan terbukti dengan sertifikasi yang didapatkan, yaitu:

  1. ISO 14001:2004;
  2. SMK3 (Occupational Health and Safety Management);
  3. HACCP ISO 22000:2005 ;
  4. OHSAS 18001:2007 ;
  5. ISO 17025:2008 ;
  6. SNI;
  7. Halal;
  8. GMP (Good Manufacturing);
  9. ISO 9001:2008 ;
  10. Proper (Performance Rating in Relation to Environmental Management);
  11. AIB International Consolidated Standards for Food Safety.

www.indofood.com

Tak hanya sertifikat-sertifikat diatas, Indofood juga mendapatkan berbagai jenis penghargaan untuk perusahaan dan operation units dari Indofood. Indofood selaku private sector telah berkontribusi positif terhadap lingkungan dan dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat, yang dibuktikan melalui berbagai macam penghargaan dan sertifikat dari lembaga pemerintah maupun swasta.

Sektor bisnis di era sekarang tidak dapat bergerak sekeinginannya, yakni demi pencapaian profit yang besar, lingkungan dan masyarakat mendapatkan dampak negatif dari kerakusannya terhadap sumber daya alam.

Untuk apa Indofood memperhatikan lingkungan sekitar dalam produksinya? Jika kita berpikir jangka pendek dan pesimis, mengeluarkan uang untuk lingkungan yang efeknya tidak dapat dilihat secara jelas oleh perusahaan adalah sesuatu yang sia-sia. Butuh metode tertentu untuk mengukur pencapaian-pencapaian yang bersifat intangible ini dan tentu akan mengeluarkan biaya yang lebih. Sudah dimaklumi bahwa dalam kacamata bisnis, salah satu cara untuk memperoleh keuntungan adalah dengan menekan biaya.

Hal yang mafhum dalam ranah bisnis,  salah satu cara meraup keuntungan adalah dengan menekan biaya

Namun, Indofood tetap berusaha dan membuktikan dirinya sebagai peruusahaan yang bertanggung jawab pada lingkungan, dan perlahan akan memberikan dampak positif terhadap Indofood secara langsung ataupun tidak langsung. Setidaknya ada empat poin yang dapat kita lihat sebagai keuntungan yang akan diterima Indofood dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pertama, kerja sama antar stakeholder yang semakin kuat. Dalam produksinya, private sector tidak dapat berjalan sendiri. Banyak stakeholder lain yang saling terhubung dalam berbagai kepentingan. Perusahaan yang memperhatikan lingkungan akan memberikan reaksi positif dari pemerintah selaku penengah dan pengatur antara private sector dan masyarakat sekitar. Semakin peduli terhadap lingkungan, semakin meningkatkan kepercayaan pemerintah terhadap perusahaan tersebut dalam setiap produksinya. Dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat dan pemerintah setempat terhadap perusahaan tersebut juga akan mengurangi konflik yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat.


Kepercayaan dapat mengurangi gesekan diantara stakeholder

Kedua, reputasi perusahaan dimata konsumen maupun investor. Perusahaan yang peduli terhadap lingkungan memiiliki nilai positif. Bagi konsumen, perusahaan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yng bertanggung jawab dan dapat dengan bijaksana dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya sekitar, dengan tidak mementingkan diri sendiri. Adapun bagi invetor, perusahaan yang peduli terhadap lingkungan memiliki resiko bisnis yang rendah karena telah dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat. Investor tidak ragu ketika menanamkan sahamnya diperusahaan yang ramah lingkungan karena perusahaan tersebut didukung oleh stakeholder lainnya.


Reputasi adalah salah satu aspek terpenting bagi investor

Ketiga, dalam dunia persaingan, setiap perusahaan harus memiliki nilai lebih untuk menjadi keunggulan tersendiri. Jika keunggulan tidak didapatkan dari produk, maka keunggulan dapat dicapai dari bagaimana cara perusahaan tersebut melakukan produksi yang ramah lingkungan.

Setiap perusahaan harus memiliki nilai lebih

Indofood telah berusaha menjaga lingkungan dengan baik. Dengan asumsi dasar, semakin peduli terhadap lingkungan maka meningkat pula kepercayaan para pemangku kepentingan yang memberi dampak positif berupa keuntungan atau profit yang diperoleh Indofood dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Berikut grafik keuangan Indofood dari Annual Report Tahun 2016.

Gambar 1 Grafik Kinerja Keuangan Indofood

Dari grafik tersebut kita dapat melihat fluktuasi yang terjadi dari tahun 2012 ke tahun 2016. Apa yang menjadi pengaruh utama penurunan di tahun 2015 dan peningkatan di tahun 2016? Penulis mencoba mencari penyebab tersebut dari laporan tahunan 2015 dan 2016.

Penurunan pendapatan yang dialami Indofood pada tahun 2015 sejauh pengetahuan penulis terjadi karena fenomena El Nino yang mengganggu dan menggeser waktu tanam (Primadhyta; 2016). Pergeseran waktu hujan sebagai dampak dari El Nino menggeser waktu musim hujan yang otomatis juga akan menggeser waktu tanam. Waktu tanam yang bergeser akan mempengaruhi produktivitas dari setiap mata rantai unit operasi perusahaan. Unit bisnis yang paling terpengaruh oleh fenomena alam ini adalah unit agribisnis Indofood, yakni Indoagri.

Selanjutnya, peningkatan yang terjadi di tahun 2016 disebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang positif. Sebagaimana yang disebutkan oleh Manuel V. Pangilinan dalam Annual Report Indofood Tahun 2016 bahwa pertumbuhan produk domestic bruto tahun 2016 mencapai 5.02% yang sedikit lebih baik dari tahun 2015, yakni sebesar 4.88%. Konsumsi rumah tangga didukung oleh tingkat kepercayaan konsumen. Hal ini bersamaan dengan rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya nilai rupiah. Tak hanya kondisi perekonomian dalam negeri, kondisi ekonomi dan politik luar negeri juga mempengaruhi pendapatan Indofood. Selain itu, nilai saham Indofood juga cenderung stabil dari tahun ke tahun (Annual Report: 2016).

Lalu dimana hubungan antara perhatian lingkungan dan pengaruhnya terhadap ekonomi Indofood? Setidaknya ada dua analisis yang penulis bangun dari keterbatasan data dan informasi yang penulis himpun.


www.fotolia.com

Pertama, dengan memperhatikan lingkungan, stakeholder telah percaya kepada Indofood sehingga mereka tidak ragu dan tetap menjadi konsumen Indofood. Nilai saham Indofood pun cenderung stabil dari tahun ke tahun.

Kesimpulan yang penulis tarik sesuai dengan hasil penelitian Wayan Sanjaya yang meneliti tentang pengaruh kualitas produk dan reputasi merek terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen mie instan, secara khusus PT Indofood di Denpasar. Hasilnya adalah kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan, reputasi merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan (Sanjaya; 2015). Reputasi merek adalah salah satu bagian terpenting dari Indofood yang selaras dengan apa yang telah dilakukan Indofood dalam menjaga lingkungan dan menghasilkan kepercayaan dari pemerintah maupun masyarakat.

Tidak hanya penelitian Sanjaya, penelitian Zera Harahap, Agus Supandi S, Jopie J. Rotinsulu yang meneliti tentang citra merek, ekuitas merek, dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas konsumen pada produk Indomie di Kecamatan Malalayang 1 Barat Manado juga menunjukkan hal yang sama bahwa secara simultan citra merek, ekuitas merek, dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen (Harahap: 2014).


www.reputationinstitute.com

Kedua, konflik antar stakeholder dapat ditekan karena program Indofood yang berusaha sustain dalam menjaga lingkungan. Dengan rendahnya konflik antara stakeholder, Indofood dapat lebih fokus dalam pencapaian profit tanpa adanya gesekan yang fatal dengan para stakeholder. Sejauh pengamatan penulis, Indofood tidak mengalami masalah dengan stakeholder lainnya, kecuali karena masalah deforestasi dan kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan (Greenpeace; 2016). Masalah ini telah diangkat oleh Greenpeace, akan tetapi tidak menjadi masalah yang fatal yang mengganggu keberlangsungan Indofood dalam mencapai profit agar dapat bertahan dalam persaingan.

Isu kerusakan lingkungan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan akibat dari produksi Indofood, secara khusus Indoagri yang menjadi unit bisnis Indofood, menjadi perhatian besar dari Greenpeace. Untuk menekan isu tersebut, Indofood terus membuktikan diri dengan pencapaian-pencapaian prestasi yang diberikan oleh lembaga pemerintah hingga swasta. Ini menunjukkan keseriusan Indofood mengikuti alur main pemerintah atau bermain aman dalam ranah legalitas.

Apakah Indofood etis dalam aktivitas bisnisnya? Penulis mengambil sikap, jika dilihat dalam skala umum, Indofood telah cukup etis. Namun, dalam skala khusus, Indofood belum etis dalam produksinya. Kasus deforestasi dan kebakaran hutan di Sumatera disentuh oleh CSR dari Indofood. CSR Indofood lebih banyak dilakukan di wilayah Jawa.

__________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Indofood. 2016. Annual Report; Limitless Boundaries, Pursuing Possibilities. PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Jakarta.

Indofood. 2015. Annual Report; Embracing Challenges Capturing Opportunities. PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Jakarta.

Indofood.com

Greenpeace. 2016. Kejahatan Perdagangan; Biaya Kemanusiaan dan Lingkungan di Rantai Pasok IOI. Greenpeace International. Netherlands.

Harahap, Zera, Agus Supandi S, Jopie J. Rotinsulu. 2014. Citra Merek, Ekuitas Merek, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Konsumen Pada Produk Indomie Dikecamatan Malalayang 1 Barat Manado. Diakses 30 Mei 2017. (https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/4423).

Primadhyta, Safira. 2015. Dampak El Nino Sudah Diperhitungkan Pemerintah. Dilihat 30 Mei 2017, http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150807063024-92-70607/dampak-el-nino-sudah-diperhitungkan-pemerintah/.

Sanjaya, Wayan. 2015. Pengaruh Kualitas Produk dan Reputasi Merek terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Mie Instan (PT Indofood CBP Sukses Makmur di Denpasar). Universitas Udayana; Bali.

Mendung di Langit Rumah

Juli 07, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , No comments
Rumah tangga laksana perahu, semua ingin menuju surga-Nya dengan saling bahu membahu. Bila nahkodanya kacau, hancurlah seisi perahu, kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla untuk selamat dalam kondisi yang tak menentu.

Sebagaimana yang dilansir di beritasatu.com[1], kenakalan remaja meningkat dari tahun ke tahun. Lelah pula mata melihat di media massa dan elektronik berbagai kekacauan akibat ulah dari remaja-remaja tanggung. Kira-kira apa yang salah dengan remaja masa kini? Kurangnya peran keluarga sepertinya menjadi salah satu penyebab paling vital. Keluargalah yang menjadi tumpuan pertama. Jika keluarga nihil peran, kemana mencari perlindungan dan kenyamanan? Lalu apa esensi sebuah bangunan yang bernama “rumah”? Atau predikat “ayah” dan “ibu” hanya formalitas?


Apakah esensi sebuah bangunan bernama rumah? Atau predikat ayah dan ibu hanya formalitas?

Diantara buku yang saya senangi dan rekomendasikan kepada teman-teman untuk menjawab tantangan yang dihadapi rumah tangga masa kini adalah “Mendung di Langit Rumah” karya Syaikh Nashir bin Sulaiman al-Umar –hafizhahullah-[2].


Syaikh Nashir ibn Sulaiman Al-Umar
Sumber: www.arrahmah.com

Buku ini membahas metode, berbagai macam permasalahan, hingga solusi-solusi kongkrit yang dapat diambil, baik dalam fase awal hingga ketika rumah tangga berada dalam masa-masa kritis. Buku ini di bagi dalam beberapa bab yang terdiri dari "Prinsip-prinsip Pendidikan Anak", "Perhatian Khusus kepada Anak Perempuan", dan "Berbakti kepada Orang Tua".

Bahasa dan penyampaiannya ringan untuk disimak dan dicerna, dengan kisah-kisah yang dialami dan didengarkan oleh Syaikh Nashir Al-Umar, disertai tadabbur ayat dan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


***

Apa yang paling menarik bagi saya dalam buku ini? Yang paling menarik ada pada bagian pembahasan tentang doa dan pengaruhnya terhadap masalah rumah tangga yang dihadapi. Doa menjadi menarik karena saya belum menikah (mohon, ini bukan promosi). Menjadi kesempatan diri memperbanyak doa dan memperbaiki diri guna persiapan dunia pernikahan dengan segala lika-likunya.

Mengapa harus mulai memperbanyak doa? Kita tidak tahu doa mana yang Allah kabulkan. Jika memang belum dikabulkan di dunia, mungkin Allah sengaja menjadikan doa kita berupa investasi pahala pemberat timbangan di Hari Perhitungan nanti. Itulah yang paling kita butuhkan.

Mengapa harus mempersiapkan diri sejak dini? Kita tidak bisa serta merta mengatakan, “nantilah saja, toh naluri orang tua akan keluar sendiri ketika berumah tangga.” Berat hati menyepakati statement ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Muhammad ibn Ismail Al-Bukhari –rahimahullah-, “berilmu sebelum berkata dan beramal”[3]. Rumah tangga seperti fase hidup yang baru, butuh persiapan serius untuk menghadapinya. Dan, menjadi hak bagi anak jauh sebelum ia lahir adalah mendapatkan orang tua yang baik, serta shalih dan shalihah. Semoga Allah memberi taufik-Nya kepada kita istiqomah dalam kebaikan.

Hak anak jauh sebelum ia lahir adalah mendapatkan orang tua yang shalih(ah)

Doa benar-benar memberi pengaruh dalam kehidupan kita. Entah dalam jangka pendek atau jangka panjang. Untuk jangka panjang misalnya, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang meminta agar keturunannya menjadi orang-orang yang shalih[4]. Allah kabulkan dengan menjadikan Ishaq dan Ismail ‘Alaihimassalaam, serta banyak keturunan dari Nabi Ishaq adalah para Nabi dan Rasul, dan Rasulullah Muhammad Shollallahu 'Alaihi wa Sallam adalah keturunan Nabi Ismail 'Alaihissalaam, sehingga Ibrahim 'Alaihissalaam menjadi “Bapak Para Nabi”.

Contoh lain seperti dalam surah Al Kahfi [5] yang menuturkan perjalanan Nabi Musa dan Nabi Khidir ‘Alaihimassalaam yang memperbaiki dinding rumah anak yatim. Dalam penggalan ayat tersebut, Allah berfirman;


“… dan ayahnya seorang yang shalih…”


Syaikh Nashir Al-Umar menyebutkan bahwa sebagian ulama menyebutkan makna” ayah” pada ayat tersebut adalah kakek yang ketujuh, sebagian lagi berkata maksud kata “ayah” pada ayat tersebut adalah ayah kandung mereka. Terlepas dari perbedaan ini, kita dapat melihat dan menilai bahwa doa mampu memberi pengaruh untuk orang-orang disekitar kita, entah yang ada sekarang atau yang akan datang disaat kita telah tiada.

Untuk yang belum menikah (nunjuk diri sendiri dan para jomblowan jomblowati), perlu kiranya mempersiapkan diri sedini dan sesegera mungkin. Rumah tangga dengan segala bahagia dan nelangsanya butuh ilmu untuk dihadapi agar mendapatkan ridha-Nya, untuk menyejajarkan langkah menuju jannah-Nya.

Sedari awal berdoa kepada Allah dengan doa yang masyhur dalam surah Al-Furqan ayat 74:



رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا



(Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa)


Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.[6]


Untuk yang sudah menikah, buku ini sangat baik untuk dibaca karena pelajarannya yang begitu membumi. Solusi yang diberikan sangat to-the-point dan insyaAllah mudah dipahami. Tidak ada kata terlambat dalam belajar.

Semoga Allah menjadikan keluarga kita menjadi keluarga yang dirindukan, yang disanjung dan dicinta, mengingat sulitnya mewujudkan “Rumahku Surgaku” di zaman yang semakin bobrok ini. Semoga Allah merahmati kita semua.

Wallahu a’lam.
Jakarta, 07 Juli 2017




~Alza
__________________
[1] http://www.beritasatu.com/megapolitan/89874-polda-metro-kenakalan-remaja-meningkat-pesat-perkosaan-menurun.html
[2] Biografi Syaikh Nashir ibn Sulaiman Al-Umar, https://www.arrahmah.com/2013/06/01/mengenal-lebih-dekat-sosok-syaikh-prof-dr-nashir-ibn-sulaiman-al-umar/
[3] Imam Muhammad ibn Ismail Al-Bukhari yang lebih dengan nama Imam Bukhari dan kitab beliau yang terkenal Shahih Bukhari. Kalimat “Berilmu sebelum berkata dan beramal” menjadi judul di Shahih Bukhari.
[4] Al Baqoroh ayat 124, Allah berfirman:

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zhalim.”
[5] Al-Kahfi ayat 82, Allah berfirman:
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”
[6] Doa-doa lain dapat dilihat di https://rumaysho.com/1752-doa-meminta-anak-yang-sholeh.html

Minggu, 11 Juni 2017

H a k

Juni 11, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , No comments
Tindakanku mulai mengacak.
Lalu redundansi mencipta pola yang terpeta disudut matamu.


Aku sadar dan paham, tidak memintal kasih dan menahan jari menyulam harapan adalah pilihan yang paling adil.

Kau tahu bahwa aku suka. Di malam yang pudar itu, setelah kepalaku lelah kisruh dengan rentetan prasangka di kepala, selembar pesan dari hati telah khatam aku rapalkan bak mantra klise didepan matamu. Aku tidak tahu malu, bukan?

Bola matamu yang hangat entah memandang apa diujung sana, selepas itu pelan lidahmu memberi titah dan seikat kata yang patah bahwa mencintai adalah hak setiap jiwa. Petuahmu terlalu bias. Imajinasiku tidak sampai kesana.

Jika memang aku bukan pilihan dan kamu merayuku untuk menjauh, aku tidak mengapa karena mencintaimu adalah hakku, memilihmu adalah urusanku.

Jalani saja hari-harimu seperti biasa. Mohon maafkan aku yang jatuh cinta sebegini bodohnya.


Jakarta, 11 Juni 2017


~Alza Maligana

Kamis, 08 Juni 2017

Tanda Tanya

Juni 08, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , No comments

Kau dan aku
Sempurna serupa tanda tanya
Menukik pada sebuah liku
Lalu garis dilerai dari titik.

Aku harus membersamaimu
Semata-mata agar aku ada
Tetapi makna kita tetaplah tanda tanya.

Kamu adalah kemandirian
Sebab kamu adalah titik
Kamulah sebuah kejelasan.


Sementara aku?
Mustahil aku dikenal
Sebab akulah cekung yang garib.

Bagaimanapun ihwalnya
Kau dan aku hanyalah tanda tanya
Bagaimanapun perihalnya
Kau dan aku sejatinya berpisah.




Jakarta, 8 Juni 2017


~Alza Maligana

Senin, 03 April 2017

Kerupuk dan Tauhid

April 03, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , No comments
Suatu malam di bulan Oktober tahun lalu, ketika dalam perjalanan pulang dari kampus, aku bertemu dengan seorang ibu paruh baya yang tampak kebingungan, dengan tumpukan kerupuk ditangan kanan dan tongkat ditangan kirinya. Aku mengenal jelas siapa ibu itu. Dia adalah wanita paruh baya yang hampir setiap hari berjualan kerupuk di depan stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kalian yang pernah menuju atau dari stasiun Pasar Minggu di sore hari insyaAllah akan bertemu ibu tersebut yang sering menawarkan dagangannya.

Melihat beliau yang terlihat kesulitan dan kelelahan, aku pun menyapa dan mengantar beliau ke peron*, menunggu kereta menuju Bogor. Disinilah percakapan haru kami dimulai.

“Ibu mau kemana? Mau pulang?”
“Iya … ”
“Sini aku antar bu”, aku pun mengantar ibu itu, sambil membantu memegang kerupuk yang ia bawa.
“Ibu tujuan kemana?”
“Bogor nak. Aku ama keluarga tinggalnya di Bogor” Jawab ibu itu dengan sopan dan ramah.
“Oh, ibu tinggal di Bogor. Kerupuk ini ibu yang buat atau beli terus ngemas sendiri?”
“Ini aku beli banyak, terus ngemas sendiri.”
“Untung ruginya gimana?”
“Untungnya gak seberapa, tapi cukup”

Oh iya aku lupa memberi tahu, ibu tersebut buta. Meski tidak dapat melihat, pantang ia meminta-minta. Ia tetap berusaha bekerja semampunya dengan tertatih-tatih, walau dengan kekurangan yang ia miliki. Pakaiannya pun rapi, berusaha menutup aurat dan berusaha mengurangi kesan sekadar menutupi. Sekiranya kita dalam kondisi fisik seperti beliau, apakah kita mampu?

Kemudian, ada sedikit yang mengganjal dipikiranku, lalu aku berusaha menyusun kata agar tidak menyinggung perasaan.

“Bu, aku minta maaf sebelumnya. Ibu seperti ini (tuna netra), apa gak takut rugi karena ditipu?”, tanyaku perlahan. Semoga saja tidak tersinggung.

Kemudian ibu itu tersenyum tulus, tidak ada tanda-tanda tersinggung dari wajahnya, “Allahu a’lam ya nak kalau ada yang mau nipu, tapi aku yakin rejeki itu Allah udah ngatur. Jadi, kalau misalnya ada yang nipu ya, allahu a’lam nih, aku kan rugi tapi aku gak tahu, tapi aku tahu kalau Allah tahu.” Aku merenung, dalam nian maksud ibu ini.

Ibu itu lanjut bertutur, “Aku gak tahu kalau aku ditipu (karena buta). Tapi, biasanya ada aja orang yang bayarnya lebih. Aku jualnya sebungkus enam belas ribu, kan biasa gak ada kembalian karena duitnya dua puluh ribu, kadang pembeli bilang, ‘udah, untuk ibu aja’, alhamdulillah …”, beliau tertawa ringan.

Aku semakin lemas. Sial, aku belajar tauhid bahwa Allah yang mengatur rezki, tapi sering khawatir terhadap rezki yang jelas-jelas akan mendatangi kita sebagaimana kematian mengincar kita.

Aku terharu. Ada-ada saja pelajaran yang dapat kita petik dari orang yang berada dibawah kita. Sebagaimana dalam sebuah hadits;

: وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
 انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
 (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.” 
(Muttafaq ‘Alaihi)

Secara fisik dan materi, mungkin aku lebih tinggi dari beliau, tapi dari hati dan keyakinan beliau lebih. Terlalu jauh malah. Sembari mengantar beliau dan berhati-hati, aku terus memikirkan kalimat-kalimat yang beliau ucapkan tadi.


Aku mengantarnya sampai ke peron, kemudian menitipkan beliau ke security yang berjaga disitu. Ibu itu lalu berkata, “Nak, ini ambil satu, buat teman ngopi.” Aku keberatan, “Maaf bu, jadi gak enak. Ibu lebih butuh buat jualan.” Beliau menjawab, “Udah ambil aja gak apa-apa.”

Dengan berat hati aku terima demi menyenangkan hati ibu tersebut. Ah, aku lupa bertanya nama. Aku langsung pamit pulang dan berterima kasih. Lalu aku menarik nafas dalam-dalam dan bertutur dalam hati, “Satu pelajaran lagi hari ini.”


~Alza Maligana

__________

*Peron (dari bahasa Belanda: perron) adalah jalan kecil yang sejajar dengan rel kereta api tempat lalu lalang penumpang di stasiun kereta api, halte kereta api, atau tempat pemberhentian transportasi rel lainnya.


Kamis, 16 Maret 2017

Aktivis, Jangan Terlalu Lama di Zona Nyaman! (Chapter 1)

Maret 16, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , , No comments
Mahasiswa mana yang tidak ingin nyaman? Apalagi untuk seorang mahasiswa yang penuh dengan berbagai tugas dari dosen dan tanggung jawab organisasi, berada di kondisi nyaman adalah salah satu bentuk “surga dunia.”

Namun, ada sebuah kondisi dimana kita dikagetkan oleh guncangan organisasi yang disebabkan pergerakan kompetitor atau pesaing. Sudah menjadi rahasia umum bahwa antar organisasi dalam dan luar kampus terdapat sebuah fenomena persaingan agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Perebutan kader agar organisasi dapat survive adalah lumrah.



Mengapa kita perlu bersiap siaga terhadap ancaman dari luar? Terlebih dahulu kita perlu kita memahami bahwa paradigma berorganisasi telah berubah dari masa ke masa.[1] Di masa awal, teori organisasi lebih terfokus pada pengaturan internal, dimana seseorang akan melakukan pekerjaan apa saja walaupun tidak disukai, asalkan ia dibayar lebih. Ini dikenal dengan Teori Organisasi Klasik yang pertama kali dicetuskan oleh Frederick W. Taylor, Bapak Manajemen.

Selanjutnya, paradigma berubah ke pemikiran Neo Klasik oleh Elton Mayo yang menjelaskan bahwa bukan hanya materi atau finansial, dan beban kerja yang diperhatikan. Interaksi antar anggota organisasi juga menjadi pemicu perubahan kinerja sebuah organisasi.





Manusia kemudian semakin peka memahami bahwa lingkungan juga memberi pengaruh besar terhadap organisasi. Kita sudah tidak dapat lagi menyepelekan pengaruh pihak luar terhadap kinerja organisasi. Muncullah paradigma modern yang memperhatikan lingkungan sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi organisasi. Lingkungan yang dimaksud disini adalah pihak-pihak, seperti individu atau organisasi luar, yang berpotensi memberi pengaruh.

***


Sebelum membahas lebih jauh, mari kita meliihat pihak mana saja yang memberi pengaruh langsung terhadap lembaga dakwah kampus. Di pembahasan kali ini, penulis akan kembali menggunakan LDK Al Fatih dalam topik Learning Organization di Lembaga Dakwah Kampus.




Secara langsung, LDK Al Fatih terkoneksi dengan pihak sekitar; yakni dosen & staff, UKM dan Himpunan, dan mahasiswa non kader.[2] LDK Al Fatih harus peka terhadap isu yang berkembang di luar. Kurang pekanya Al Fatih terhadap isu yang berkembang di dalam dan luar kampus dapat menjadi bumerang untuk Al Fatih dalam jangka panjang atau pendek.

InsyaAllah topik ini penulis akan bagi dalam beberapa chapter. Di chapter pertama ini penulis akan fokus terlebih dahulu pada dosen sebagai aktor penting yang mempengaruhi lembaga dakwah kampus.

***
Dosen menjadi poin terpenting bagi Al Fatih karena dosen lah yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan kebijakan dalam kampus yang akan membentuk pola pergerakan setiap organisasi internal maupun eksternal.

Bagaimana cara bertahan dari pengaruh organisasi lain yang dapat mengganggu stabilitas Al Fatih dalam mengkader dan regenerasi pengurus? Harus penulis akui bahwa seni bermuamalah akan bermain disini.

“Seni bermuamalah itu sangat perlu”

Cara lazim digunakan adalah mendekati dosen yang paling memberi pengaruh terhadap perubahan kebijakan kampus. Al Fatih perlu memilih dan memilah dosen yang dapat memberi pengaruh terhadap kebijakan, kemudian di susun berdasarkan tingkat prioritas. Tulislah dalam catatan khusus dan arsipkan, kemudian diteruskan ke pengurus selanjutnya karena dosen adalah pihak yang bertahan lebih lama dari pengurus, dimana pengurus hanya tiga, empat, atau lima tahun berada di kampus, selanjutnya kepengurusan harus berganti.

“Biasakan menulis dan mengarsipkan data dengan rapi. Pengurus dari mahasiswa hanya akan bertahan tiga, empat, atau lima tahun. Dosen dapat bertahan puluhan tahun hingga pensiun.”

Salah satu kesalahan fatal adalah lebih mendekati dosen yang pengaruhnya rendah. Sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah, hanya saja kita perlu mengetahui skala prioritas.[3] Jika dapat dijalankan bersamaan, tentu lebih baik lagi. Dosen-dosen tersebut akan menjadi aset penting dalam jangka panjang. Al Fatih juga perlu bekerja sama dengan dosen pembina organisasi untuk mendekati dosen sasaran agar komunikasi lebih efektif dan efisien.

Jika komunikasi telah terjalin antara Al Fatih dan dosen, selanjutnya adalah melakukan dua cara agar dosen tersebut berada dipihak Al Fatih, yakni kooptasi dan interlocking directorates.[4]

“Ada dua cara, yakni Kooptasi dan Interlocking Directorates”

Kooptasi adalah mengadopsi seseorang yang dianggap penting, dimasukkan menjadi anggota organisasi agar individu atau aktor tersebut perhatian terhadap keberhasilan organisasi.

Bagaimana jika dosen tersebut berpeluang mempengaruhi kebijakan dasar organisasi Al Fatih? Tetap letakkan ia di posisi tinggi, tapi diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu kebijakan dasar organisasi, misalnya diatur agar ia memiliki hak untuk berpendapat, tapi tidak memiliki hak suara. Siasat ini pernah dilakukan HOS Tjokroaminoto ketika mengatur Sarekat Islam agar beliau dapat berperan penuh dalam memimpin, tanpa menjatuhkan pimpinan lama yang telah membangun Sarekat Islam.[5] HOS Tjokroaminoto menempatkan pimpinan lama, yakni H. Samanhoedi sebagai Ketua Kehormatan; punya hak berpendapat, tapi tidak memiliki hak suara.

Namun siasat ini tentu tidak boleh hanya mahasiswa yang melakukannya. Untuk memudahkan, bantuan dari dosen pembina Al Fatih pun sangat dibutuhkan. Pengurus dari dosen dan mahasiswa perlu bekerja sama dan berjalan beriringan dalam visi misi yang sama.

Interlocking directorates mirip dengan kooptasi, yakni mengadopsi orang-orang penting dalam organisasi lain untuk dijadikan pengurus dalam organisasi agar dapat menjadi jembatan komunikasi antar organisasi, dan dapat menjalin kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang memiliki tujuan masing-masing.

Tentu saja kedua solusi tersebut tetap akan berkendala. Kendala paling utama adalah ketidaksesuaian nilai dan kepentingan LDK dengan dosen yang akan dimasukkan ke dalam tubuh LDK. Pilihan apapun itu akan tetap beresiko. Berusaha menjalin hubungan dengan dosen atau tidak menjalin hubungan sama-sama memiliki resiko. Pembina dan Ketua LDK perlu berhati-hati memilih dan bertindak agar tidak terjadi kesalahan fatal dikemudian hari.


Semoga bermanfaat.

Jakarta, 16 Maret 2016



~Alza Maligana
_________________

1. SB Hari Lubis dan Martani Huseini. 2009. Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

2. Mahasiswa non kader adalah mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi mana pun, namun berpotensi bergabung dalam kegiatan organisasi, atau minimal menjadi simpatisan.

3. Skala prioritas yang paling umum adalah Penting-Mendesak, Penting - Tidak Mendesak, Tidak Penting tapi Mendesak, Tidak Penting dan Tidak Mendesak.

4. SB Hari Lubis dan Martani Huseini. 2009. Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

5. Seri Buku Tempo. 2016. Tjokroaminoto; Guru Para Pendiri Bangsa. Jakarta: Gramedia.

Senin, 13 Maret 2017

Karena Kader Akan Tetap Rasional !

Maret 13, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , 2 comments
Beberapa tahun lalu ketika masih di Makassar, saya mendengar keluhan teman-teman dari lembaga dakwah kampus tentang keaktifan dan keloyalan anggota-anggotanya. Adalah hal yang wajar jika tidak semua anggota akan setia dan aktif sepenuhnya di organisasi. Di tulisan kali ini saya akan mencoba membahas salah satu penyebab munculnya masalah tersebut dari kacamata ilmu ekonomi.

***

Sebelum meminta calon kader aktif dalam organisasi, terlebih dahulu kita perlu memahami bahwa setiap target dakwah yang akan dijadikan kader organisasi memiliki motivasi yang berbeda-beda, serta dengan rasionalitas yang berbeda-beda juga.[1]

Bagi sebagian orang, turut serta dalam kegiatan dakwah adalah sesuatu yang tidak rasional. Pertimbangannya apa? Misalnya tidak menghasilkan uang atau alasan lainnya yang beraroma materi. Namun, beberapa orang akan menganggap hal tersebut logis. Inilah yang disebut bounded rationality atau keterbatasan akal manusia dalam menilai sesuatu, bergantung pengetahuan yang ia miliki. Contoh peristiwa Isra dan Mi’raj [2], menurut Abu Bakar peristiwa tersebut masuk akal, bagi Abu Jahal itu mustahil.

Dalam ilmu ekonomi terdapat sepuluh hukum yang perlu dipelajari sebelum memasuki bab lain. Saya hanya akan menyebutkan beberapa saja, tidak semua. Mari kita melihat pengkaderan dalam perspektif ilmu ekonomi.


***

Pertama, “setiap orang menghadapi masalah trade off”, dan kedua, “orang akan bereaksi terhadap insentif”.[3]  
Setiap orang menghadapi masalah trade off atau tukar menukar kebutuhan. Kalimat “tidak ada yang gratis didunia ini” sepertinya cukup untuk menjelaskan bahwa untuk mendapatkan sesuatu kita harus menukarkan sesuatu. Jika ingin mendapatkan makanan, maka kita harus memiliki uang sebagai alat penukar.

Setiap Orang Menghadapi Masalah Trade Off.

Orang akan Bereaksi terhadap Insentif.

Organisasi membutuhkan kader baru untuk melakukan regenerasi agar organisasi dapat bertahan dalam persaingan. Seorang mahasiswa menjadi calon kader karena ingin mendapatkan sesuatu. Ada pertukaran kebutuhan diantara dua pihak. Jika tidak tak ada titik temu, maka masing-masing akan mencari yang lain. Hal tersebut sebenarnya masih bisa diatasi dengan negosiasi. Bergantung retorika pengurus yang mampu membujuk mahasiswa tersebut.

Dokumentasi Pribadi: Peskil PNUP 2014

Ketika seorang pengurus meminta calon kader meluangkan waktunya mengikuti rekrutmen yang diselenggarakan dalam beberapa tahap, apa yang akan diberikan agar ia rela merelakan waktu kosongya diganti dengan kegiatan yang belum tentu memuaskan keinginannya? Berlakulah prinsip ekonomi selanjutnya, “biaya adalah apa yang harus dikorbanan untuk memperoleh sesuatu.” 


Biaya Adalah Apa yang Harus Dikorbankan untuk Memperoleh Sesuatu

Beberapa kader akan berpikir bahwa fokus pada akademik adalah pilihan terbaik untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Jika saya harus mengeluarkan biaya lebih dengan mengikuti kegiatan LDK, apa yang akan saya dapatkan nanti? Apakah akan menambah soft-skill saya? Atau menjadi network baru?

Apa yang harus dilakukan agar menemui win-win solution (sama-sama menang)? Solusi sederhana dan klise adalah sertifikat. Beberapa kampus, khususnya Politeknik, mewajibkan para mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi agar mendapatkan sertifikat. Sertifikat tersebut memiliki nilai yang akan menjadi nilai ekstrakurikuler di ijazahnya. Jangan menunda memberikan sertifikat. Kecepatan layanan sebagai kesan pertama akan menjadi poin utama yang diingat calon kader.[4]

Bagaimana jika tidak dalam bentuk materi? Sediakan sesuatu yang mungkin sulit didapatkan diluar. Contohnya rasa kekeluargaan yang kental atau memberikan keahlian-keahlian tertentu yang urgen untuk dimiliki dan tidak dimiliki oleh organisasi lain.


Dalam Generic Strategy yang dikeluarkan oleh M. Porter[5], sebuah organisasi jika ingin menang dalam bersaing setidaknya ia harus fokus, diferensiasi (berbeda dengan yang lain), efesiensi pada biaya. Bagi organisasi seperti lembaga dakwah kampus, diferensiasi dan fokus menjadi pilihan utama. Jika ada dua organisasi memiliki spesifikasi yang sama, seseorang akan memilih organisasi yang lebih dekat secara emosional. Mendekati secara personal dan emosional, serta menciptakan perasaan "dalam kondisi yang sama" (misal sesama perantauan) cukup manjur digunakan.[6]

Selanjutnya adalah “orang yang rasional berpikir dengan konsep marginal.” Maksud dari hukum ini adalah keputusan dalam hidup tidak selamanya hitam atau putih, biasanya akan ada area abu-abu. Akan ada perubahan-perubahan kecil dalam sebuah keputusan yang diambil. Ketika seorang calon kader mengikuti kegiatan, dia akan memikirkan perubahan-perubahan kecil terhadap rencananya ketika bergabung bersama organisasi tersebut.

Sumber: zona554.blogspot.com

Mari kita berpikir sederhana, jika anda diminta untuk mengikuti sebuah organisasi, kira-kira apa untung ruginya? Tidak semua calon kader memahami bahwa mengikuti LDK - dengan segala kelebihan dan kekurangannya - adalah pilihan yang baik untuk dunia dan akhiratnya. Seorang pengurus perlu memahami bahwa tidak semua kader itu sama. Tidak akan pernah sama karena manusia itu unik. Kembali saya mengingatkan bahwa mereka datang dengan berbagai motivasi.

Jika setiap pengurus menilai semua tujuan kader itu sama, bersiaplah menghadapi masalah. Seorang murobbi atau pementor perlu mengidentifikasi dengan pendekatan-pendekatan emosional, untuk mengubah niat yang “bengkok” menjadi “lurus.”

 
Rasulullah pun memberikan tugas dan pendekatan yang berbeda-beda dalam berdakwah. Melihat Sirah Nabawiyah, pendekatan yang Rasul lakukan pada setiap kadernya berbeda-beda. Beda pendekatan antara pemuka Quraisy dengan masyarakat Badui, atau antara yang telah lama mengenal Islam dan yang baru mengenal Islam. Mengapa demikian? Karena setiap kader tidak sama, setiap kader akan tetap rasional.

Apabila organisasi kita biasa-biasa saja, tidak memiliki nilai tambah ketika bergabung didalamnya, lalu apa alasan kuat untuk bergabung? “Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama” pun tidak dapat menjamin kader dapat bertahan hingga akhir. Memaksa mereka yang tidak mengerti dengan kalimat, “Ini adalah jalan Allah, harus gabung disini” tidak selamanya manjur. Metode pendekatan itu perlu. Memaksa mereka justru dapat membuat mereka menjauh.

Semoga bermanfaat. Semoga Allah merahmati kita semua.


Jakarta, 13 Maret 2017



~Alza Maligana


_____________________
[1] Dalam KBBI, rasional adalah menurut pikiran dan pertimbangan yang logis; menurut pikiran yang sehat; cocok dengan akal.[1] (http://kbbi.web.id/rasional.) Setiap orang memiliki keterbatasan yang berbeda-beda dalam mempertimbangkan sesuatu secara logis.

[2] Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Al Kautsar.

[3] N. Gregory Mankiw dkk. 2014. Pengantar Ekonomi Mikro Edisi Asia. Jakarta: Salemba Empat.

[4] Sesuatu yang berkesan akan memberi nilai positif bagi organisasi. Kesan itu yang nantinya akan disebar secara gratis oleh calon kader. Hal ini dikenal dengan “Word of mouth” dalam dunia pemasaran.

[5] Fred R. David. 2009. Strategic Management: Concept and Cases. South Carolina.

[6] Asumsi ini saya bangun dari Teori Organisasi Neo Klasik yang dikeluarkan oleh Elton Mayo yang menjelaskan bahwa hubungan antar anggota menjadi bagian yang penting dalam organisasi. Lihat Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro oleh SB Hari Lubis dan Martani Huseini yang diterbitkan Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Tahun 2009.

Rabu, 01 Maret 2017

Mendidik Itu Tidak Mudah

Maret 01, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , No comments
Malam kembali menyapa, tubuh mulai melemah setelah seharian beraktivitas dari kantor hingga kampus. Sekarang saya punya satu kebiasaan baru setiap malam, menunggu update komik di Webtoon. Haha. Akhir-akhir ini entah kenapa suka baca komik. Di Webtoon, ada satu komik yang menarik menurut saya, yakni “Inyong” yang menceritakan tentang seorang guru honorer. Point of view yang cukup menggelitik.

Komik “Inyong” edisi 1 Maret 2017 menceritakan tentang Inyong yang ditawari pekerjaan sebagai desainer dengan gaji sepuluh juta rupiah. Jelas jauh berbeda dengan gaji honorer yang mungkin hanya sekitar lima ratus atau tujuh ratus ribu rupiah. Tapi, Inyong memilih bertahan sebagai guru karena ada sesuatu yang tidak dapat dibeli dari profesinya itu. Inyong menutup dengan kalimat, “Inyong nggak bisa jauh dari anak-anak.”


Apa ini rasional? Bagi sebagian orang mungkin tidak rasional. Hal tersebut wajar karena setiap orang punya rasionalitas sendiri. Mari kita menyebutnya bounded rationality atau keterbatasan rasionalitas. Seseorang yang tidak pernah merasakan nikmatnya dunia mendidik mungkin akan berat memahaminya.


*** 

Kenikmatan mendidik adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang. Setiap orang punya satu kebiasaan yang ia cintai, rela ia kerjakan walau kadang tidak dibayar. Atau, kita defenisikan saja sebagai hobi? Bahkan mungkin lebih dari itu. Ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, ada kenikmatan yang sulit diungkap dan kebanggaan tersendiri ketika anak didik mengerti dan mampu menerapkan apa yang diajarkan. Salam hormat saya untuk para pendidik.

Pikiran saya kembali menerawang, mengingat pesan dari salah satu dosen yang tidak jarang alur pikirannya berseberangan dengan apa yang saya pahami, tapi tetap saya hormati dan cintai, bapak Dr. Harbani Pasolong -semoga Allah menjaganya-, dengan dialek khasnya berkata;



“... Saya tidak mau sekedar mengajar, saya mau mendidik. Kalau sekedar mengajar, kamu paham atau tidak bukan urusan saya. Tapi sebagai pendidik, tanggung jawab saya besar. Inilah fungsi Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Pengajaran … ”


Beliau mengisyaratkan bahwa mendidik adalah hal yang sangat dalam, sementara mengajar tidak sedalam filosofi mendidik. Ada kontuinitas dan kesabaran didalamnya. Mengapa harus bersabar? Tidak semua peserta didik itu sama. Apa wajar mengukur kemampuan ikan dan gajah dengan satu indikator yang sama? Mustahil. Ini salah satu kegagalan dunia "pendidikan" di negara kita. Perlakukan murid sesuai dengan kemampuannya. Tidak semua dapat dengan mudah memahami, ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Disinilah seninya. Disini pula nikmatnya terasa ketika sang murid berkata, “Saya paham sekarang. Terima kasih.”

Menjadi pendidik bukanlah pekerjaan mudah. Pendidik harus terus berinovasi dan mempelajari metode mendidik agar materi yang disampaikan mudah dipahami. Untuk apa pandai beretorika jika hal yang disampaikan justru menjadi sulit dicerna? Seseorang yang cerdas bukan yang lihai memilih kata yang menyihir tapi sulit dimengerti, tetapi seseorang yang menyampaikan sesuatu yang berat menjadi ringkas dan ringan untuk dipahami.

Pendidik perlu meluruskan niat bahwa mendidik bukan bertujuan untuk mendebat orang-orang bodoh atau menunjukkan taring kepada orang lain bahwa kita adalah satu diantara singa orator. Mendidik adalah cara membuka peradaban yang maju di masa yang akan datang yang sulit tercapai jika ikhlas tidak menjadi subtansi utama dan perjuangan menjadi bingkainya.




Mari saling menasehati dan mengingatkan bahwa mendidik itu pekerjaan mulia. Hidup adalah pilihan. Apapun profesi anda, mendidik adalah jalan juang kita memajukan bangsa ini. Mendidik bukan hanya pekerjaan para guru. Mendidik adalah tugas kita semua dengan segala jenis profesi yang kita dalami. Uang bukanlah satu-satunya pembakar semangat, cinta pada dunia pendidikan inilah yang penggerak utamanya. Mari berjuang. Mari memberi sumbangsi untuk agama, bangsa, dan negara.


Jakarta, 1 Maret 2017



 
~Alza Maligana

Minggu, 26 Februari 2017

Menyerah

Februari 26, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah No comments

Sebenarnya, aku juga kesal dengan jarak yang melerai kita berdua, lunglai hati tak kunjung bersua. Rasanya sumpah serapah ingin tertumpah, merangkak aku semakin mirip bedebah.

Sementara pada waktu, aku tidak berani menggerutu. Rabb melarang itu. Aku tak mau punya hati yang membatu karena membangkang pada Yang Mahasatu.

Kata orang, walau raga saling jauh, kita tetap melihat langit yang sama. Untukku, itu omong kosong yang menjadikanku jenuh, tetap saja kalah menahan rindu yang menggema. Gara-gara itu asa ku melepuh, sampai sekarang akalku tak kunjung menerima.

Malam ini langit kembali pekat. Di langit yang buram ini siluetmu berkelebat. Aku sungkan kembali bersahabat. Takutku, romansa kita yang lalu telah pecah kembali memadat.

Biar saja seperti ini, aku tidak keberatan jika predikatku adalah lelaki lemah, payah, bedebah, terserah. Memang seperti itu adanya.


~Alza Maligana