"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Rabu, 01 Maret 2017

Mendidik Itu Tidak Mudah

Maret 01, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , No comments
Malam kembali menyapa, tubuh mulai melemah setelah seharian beraktivitas dari kantor hingga kampus. Sekarang saya punya satu kebiasaan baru setiap malam, menunggu update komik di Webtoon. Haha. Akhir-akhir ini entah kenapa suka baca komik. Di Webtoon, ada satu komik yang menarik menurut saya, yakni “Inyong” yang menceritakan tentang seorang guru honorer. Point of view yang cukup menggelitik.

Komik “Inyong” edisi 1 Maret 2017 menceritakan tentang Inyong yang ditawari pekerjaan sebagai desainer dengan gaji sepuluh juta rupiah. Jelas jauh berbeda dengan gaji honorer yang mungkin hanya sekitar lima ratus atau tujuh ratus ribu rupiah. Tapi, Inyong memilih bertahan sebagai guru karena ada sesuatu yang tidak dapat dibeli dari profesinya itu. Inyong menutup dengan kalimat, “Inyong nggak bisa jauh dari anak-anak.”


Apa ini rasional? Bagi sebagian orang mungkin tidak rasional. Hal tersebut wajar karena setiap orang punya rasionalitas sendiri. Mari kita menyebutnya bounded rationality atau keterbatasan rasionalitas. Seseorang yang tidak pernah merasakan nikmatnya dunia mendidik mungkin akan berat memahaminya.


*** 

Kenikmatan mendidik adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang. Setiap orang punya satu kebiasaan yang ia cintai, rela ia kerjakan walau kadang tidak dibayar. Atau, kita defenisikan saja sebagai hobi? Bahkan mungkin lebih dari itu. Ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, ada kenikmatan yang sulit diungkap dan kebanggaan tersendiri ketika anak didik mengerti dan mampu menerapkan apa yang diajarkan. Salam hormat saya untuk para pendidik.

Pikiran saya kembali menerawang, mengingat pesan dari salah satu dosen yang tidak jarang alur pikirannya berseberangan dengan apa yang saya pahami, tapi tetap saya hormati dan cintai, bapak Dr. Harbani Pasolong -semoga Allah menjaganya-, dengan dialek khasnya berkata;



“... Saya tidak mau sekedar mengajar, saya mau mendidik. Kalau sekedar mengajar, kamu paham atau tidak bukan urusan saya. Tapi sebagai pendidik, tanggung jawab saya besar. Inilah fungsi Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Pengajaran … ”


Beliau mengisyaratkan bahwa mendidik adalah hal yang sangat dalam, sementara mengajar tidak sedalam filosofi mendidik. Ada kontuinitas dan kesabaran didalamnya. Mengapa harus bersabar? Tidak semua peserta didik itu sama. Apa wajar mengukur kemampuan ikan dan gajah dengan satu indikator yang sama? Mustahil. Ini salah satu kegagalan dunia "pendidikan" di negara kita. Perlakukan murid sesuai dengan kemampuannya. Tidak semua dapat dengan mudah memahami, ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Disinilah seninya. Disini pula nikmatnya terasa ketika sang murid berkata, “Saya paham sekarang. Terima kasih.”

Menjadi pendidik bukanlah pekerjaan mudah. Pendidik harus terus berinovasi dan mempelajari metode mendidik agar materi yang disampaikan mudah dipahami. Untuk apa pandai beretorika jika hal yang disampaikan justru menjadi sulit dicerna? Seseorang yang cerdas bukan yang lihai memilih kata yang menyihir tapi sulit dimengerti, tetapi seseorang yang menyampaikan sesuatu yang berat menjadi ringkas dan ringan untuk dipahami.

Pendidik perlu meluruskan niat bahwa mendidik bukan bertujuan untuk mendebat orang-orang bodoh atau menunjukkan taring kepada orang lain bahwa kita adalah satu diantara singa orator. Mendidik adalah cara membuka peradaban yang maju di masa yang akan datang yang sulit tercapai jika ikhlas tidak menjadi subtansi utama dan perjuangan menjadi bingkainya.




Mari saling menasehati dan mengingatkan bahwa mendidik itu pekerjaan mulia. Hidup adalah pilihan. Apapun profesi anda, mendidik adalah jalan juang kita memajukan bangsa ini. Mendidik bukan hanya pekerjaan para guru. Mendidik adalah tugas kita semua dengan segala jenis profesi yang kita dalami. Uang bukanlah satu-satunya pembakar semangat, cinta pada dunia pendidikan inilah yang penggerak utamanya. Mari berjuang. Mari memberi sumbangsi untuk agama, bangsa, dan negara.


Jakarta, 1 Maret 2017



 
~Alza Maligana

0 komentar:

Posting Komentar