"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Senin, 13 Maret 2017

Karena Kader Akan Tetap Rasional !

Maret 13, 2017 Posted by Salam Fadillah Alzah , , 2 comments
Beberapa tahun lalu ketika masih di Makassar, saya mendengar keluhan teman-teman dari lembaga dakwah kampus tentang keaktifan dan keloyalan anggota-anggotanya. Adalah hal yang wajar jika tidak semua anggota akan setia dan aktif sepenuhnya di organisasi. Di tulisan kali ini saya akan mencoba membahas salah satu penyebab munculnya masalah tersebut dari kacamata ilmu ekonomi.

***

Sebelum meminta calon kader aktif dalam organisasi, terlebih dahulu kita perlu memahami bahwa setiap target dakwah yang akan dijadikan kader organisasi memiliki motivasi yang berbeda-beda, serta dengan rasionalitas yang berbeda-beda juga.[1]

Bagi sebagian orang, turut serta dalam kegiatan dakwah adalah sesuatu yang tidak rasional. Pertimbangannya apa? Misalnya tidak menghasilkan uang atau alasan lainnya yang beraroma materi. Namun, beberapa orang akan menganggap hal tersebut logis. Inilah yang disebut bounded rationality atau keterbatasan akal manusia dalam menilai sesuatu, bergantung pengetahuan yang ia miliki. Contoh peristiwa Isra dan Mi’raj [2], menurut Abu Bakar peristiwa tersebut masuk akal, bagi Abu Jahal itu mustahil.

Dalam ilmu ekonomi terdapat sepuluh hukum yang perlu dipelajari sebelum memasuki bab lain. Saya hanya akan menyebutkan beberapa saja, tidak semua. Mari kita melihat pengkaderan dalam perspektif ilmu ekonomi.


***

Pertama, “setiap orang menghadapi masalah trade off”, dan kedua, “orang akan bereaksi terhadap insentif”.[3]  
Setiap orang menghadapi masalah trade off atau tukar menukar kebutuhan. Kalimat “tidak ada yang gratis didunia ini” sepertinya cukup untuk menjelaskan bahwa untuk mendapatkan sesuatu kita harus menukarkan sesuatu. Jika ingin mendapatkan makanan, maka kita harus memiliki uang sebagai alat penukar.

Setiap Orang Menghadapi Masalah Trade Off.

Orang akan Bereaksi terhadap Insentif.

Organisasi membutuhkan kader baru untuk melakukan regenerasi agar organisasi dapat bertahan dalam persaingan. Seorang mahasiswa menjadi calon kader karena ingin mendapatkan sesuatu. Ada pertukaran kebutuhan diantara dua pihak. Jika tidak tak ada titik temu, maka masing-masing akan mencari yang lain. Hal tersebut sebenarnya masih bisa diatasi dengan negosiasi. Bergantung retorika pengurus yang mampu membujuk mahasiswa tersebut.

Dokumentasi Pribadi: Peskil PNUP 2014

Ketika seorang pengurus meminta calon kader meluangkan waktunya mengikuti rekrutmen yang diselenggarakan dalam beberapa tahap, apa yang akan diberikan agar ia rela merelakan waktu kosongya diganti dengan kegiatan yang belum tentu memuaskan keinginannya? Berlakulah prinsip ekonomi selanjutnya, “biaya adalah apa yang harus dikorbanan untuk memperoleh sesuatu.” 


Biaya Adalah Apa yang Harus Dikorbankan untuk Memperoleh Sesuatu

Beberapa kader akan berpikir bahwa fokus pada akademik adalah pilihan terbaik untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Jika saya harus mengeluarkan biaya lebih dengan mengikuti kegiatan LDK, apa yang akan saya dapatkan nanti? Apakah akan menambah soft-skill saya? Atau menjadi network baru?

Apa yang harus dilakukan agar menemui win-win solution (sama-sama menang)? Solusi sederhana dan klise adalah sertifikat. Beberapa kampus, khususnya Politeknik, mewajibkan para mahasiswa mengikuti kegiatan organisasi agar mendapatkan sertifikat. Sertifikat tersebut memiliki nilai yang akan menjadi nilai ekstrakurikuler di ijazahnya. Jangan menunda memberikan sertifikat. Kecepatan layanan sebagai kesan pertama akan menjadi poin utama yang diingat calon kader.[4]

Bagaimana jika tidak dalam bentuk materi? Sediakan sesuatu yang mungkin sulit didapatkan diluar. Contohnya rasa kekeluargaan yang kental atau memberikan keahlian-keahlian tertentu yang urgen untuk dimiliki dan tidak dimiliki oleh organisasi lain.


Dalam Generic Strategy yang dikeluarkan oleh M. Porter[5], sebuah organisasi jika ingin menang dalam bersaing setidaknya ia harus fokus, diferensiasi (berbeda dengan yang lain), efesiensi pada biaya. Bagi organisasi seperti lembaga dakwah kampus, diferensiasi dan fokus menjadi pilihan utama. Jika ada dua organisasi memiliki spesifikasi yang sama, seseorang akan memilih organisasi yang lebih dekat secara emosional. Mendekati secara personal dan emosional, serta menciptakan perasaan "dalam kondisi yang sama" (misal sesama perantauan) cukup manjur digunakan.[6]

Selanjutnya adalah “orang yang rasional berpikir dengan konsep marginal.” Maksud dari hukum ini adalah keputusan dalam hidup tidak selamanya hitam atau putih, biasanya akan ada area abu-abu. Akan ada perubahan-perubahan kecil dalam sebuah keputusan yang diambil. Ketika seorang calon kader mengikuti kegiatan, dia akan memikirkan perubahan-perubahan kecil terhadap rencananya ketika bergabung bersama organisasi tersebut.

Sumber: zona554.blogspot.com

Mari kita berpikir sederhana, jika anda diminta untuk mengikuti sebuah organisasi, kira-kira apa untung ruginya? Tidak semua calon kader memahami bahwa mengikuti LDK - dengan segala kelebihan dan kekurangannya - adalah pilihan yang baik untuk dunia dan akhiratnya. Seorang pengurus perlu memahami bahwa tidak semua kader itu sama. Tidak akan pernah sama karena manusia itu unik. Kembali saya mengingatkan bahwa mereka datang dengan berbagai motivasi.

Jika setiap pengurus menilai semua tujuan kader itu sama, bersiaplah menghadapi masalah. Seorang murobbi atau pementor perlu mengidentifikasi dengan pendekatan-pendekatan emosional, untuk mengubah niat yang “bengkok” menjadi “lurus.”

 
Rasulullah pun memberikan tugas dan pendekatan yang berbeda-beda dalam berdakwah. Melihat Sirah Nabawiyah, pendekatan yang Rasul lakukan pada setiap kadernya berbeda-beda. Beda pendekatan antara pemuka Quraisy dengan masyarakat Badui, atau antara yang telah lama mengenal Islam dan yang baru mengenal Islam. Mengapa demikian? Karena setiap kader tidak sama, setiap kader akan tetap rasional.

Apabila organisasi kita biasa-biasa saja, tidak memiliki nilai tambah ketika bergabung didalamnya, lalu apa alasan kuat untuk bergabung? “Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama” pun tidak dapat menjamin kader dapat bertahan hingga akhir. Memaksa mereka yang tidak mengerti dengan kalimat, “Ini adalah jalan Allah, harus gabung disini” tidak selamanya manjur. Metode pendekatan itu perlu. Memaksa mereka justru dapat membuat mereka menjauh.

Semoga bermanfaat. Semoga Allah merahmati kita semua.


Jakarta, 13 Maret 2017



~Alza Maligana


_____________________
[1] Dalam KBBI, rasional adalah menurut pikiran dan pertimbangan yang logis; menurut pikiran yang sehat; cocok dengan akal.[1] (http://kbbi.web.id/rasional.) Setiap orang memiliki keterbatasan yang berbeda-beda dalam mempertimbangkan sesuatu secara logis.

[2] Syaikh Shafiyurrahman al Mubarakfuri. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Al Kautsar.

[3] N. Gregory Mankiw dkk. 2014. Pengantar Ekonomi Mikro Edisi Asia. Jakarta: Salemba Empat.

[4] Sesuatu yang berkesan akan memberi nilai positif bagi organisasi. Kesan itu yang nantinya akan disebar secara gratis oleh calon kader. Hal ini dikenal dengan “Word of mouth” dalam dunia pemasaran.

[5] Fred R. David. 2009. Strategic Management: Concept and Cases. South Carolina.

[6] Asumsi ini saya bangun dari Teori Organisasi Neo Klasik yang dikeluarkan oleh Elton Mayo yang menjelaskan bahwa hubungan antar anggota menjadi bagian yang penting dalam organisasi. Lihat Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro oleh SB Hari Lubis dan Martani Huseini yang diterbitkan Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Tahun 2009.

2 komentar: