"Tak perlu berlebihan. Yang pertengahan saja. Yang sederhana saja"

Jumat, 04 Maret 2016

Jangan Dulu Mendayu-dayu

Maret 04, 2016 Posted by Salam Fadillah Alzah No comments
quranfocus.com
Ilmu tajwid menurut saya seperti punya daya tarik tersendiri. Susah tapi menyenangkan. Susah tapi menyenangkan? Iya, serius! Susah kalau tidak lolos cara penyebutannya, menyenangkan kalau lolos. Seperti dulu saya coba membaca kata “mustaqiim” pada surah al-Fatihah dan tidak lolos sampai sekitar dua pekan. Di kos, di kelas, di koridor kampus, di masjid, saya coba sebut “mustaqiim … mustaqiim … mustaqiiim”, sampai teman kelas komentar, “Kenapa? Itu Mustakim eh. Kenapa sebut-sebut namanya dari tadi?”.

Selama belajar, saya punya beberapa teman yang juga senang belajar mengaji. Hanya saja, ada sebagian yang lebih fokus ke nada, bukan tajwid. Ini bahaya. Di tahun 2014 lalu ustadz Hasbin Abdurrahim sempat memberikan nasehat kepada kami, “ … jangan terlalu fokus di nada, fokus ke tajwid. Kalau tajwid sudah bagus, insyaAllaah nada juga bagus. Kita lebih nyaman dengar orang yang mengaji bagus tajwidnya, daripada bagus nada tapi tajwidnya kacau.” Terima kasih nasehatnya ustadz.

Sekarang media belajar sudah tersedia dimana-mana, baik video maupun audio. Akan tetapi, terkadang seseorang yang sedang belajar lebih suka mendengar dan meniru suara ulama yang mendayu-dayu, misalkan Syaikh Mishari Rasheed Al-Afasy atau Syaikh Ziyad Patel (semoga Allah menjaga mereka).

Sekedar share pengalaman, mohon diluruskan jika salah.

Menurut saya pribadi, jika ingin lebih fokus ke cara penyebutan huruf dan pengaplikasian hukum seperti hukum nun sukun dan tanwin, hukum mim sukun, sampai bacaan-bacaan gharib, lebih baik dengarkan murottal syaikh yang pelan dan tidak terlalu mendayu-dayu.

Kenapa? Alasannya karena sering seseorang yang sedang belajar lebih “terhipnotis” dengan nada lalu lupa dengan tajwid. Yang penting nadanya masuk, tajwid belakangan, hehe. Bahkan ada yang tetap dipaksakan walau suara tidak pas karena leher dan nafas sudah diambang batas *NyinggungDiriSendiri*

Silakan dengarkan murottal ulama yang mendayu-dayu, tidak masalah. Terkadang kita butuh suara syaikh yang mendayu-dayu seperti yang saya sebutkan diatas, Syaikh Mishari Rasheed Al-Afasy. Nadanya sering memancing hati dan mata untuk menangis, contohnya seperti ketika beliau membaca surah Ibrahim di Sholat Tarawih beberapa tahun lalu.

Tapi, jika sedang dalam keadaan belajar, lebih baik dengarkan bacaan syaikh yang tidak terlalu mendayu-dayu seperti Syaikh Ali Abdurrahman Al-Hudzaifi. Tujuannya agar kita lebih fokus ke cara Syaikh tersebut menyebutkan huruf, dan perhatian tidak terlalu dialihkan dengan nada.

Fokuskan diri belajar tajwid terlebih dahulu kemudian nada. Sekali lagi mohon diluruskan jika saya salah.

Wallahu a’lam …

Semoga bermanfaat.

~Alza Maligana

0 komentar:

Posting Komentar